Jumat, 24 Maret 2017

MAKALAH.LARANGAN MEMINTA JABATAN



BAB I
PENDAHULUAN

 Peradilan adalah lembaga yang dilindungi Undang-undang yang keberadaannya bebas tidak memihak dan tidak boleh di pengaruhi oleh pihak manapun juga termasuk kekuasaan. Independensi peradilan merupakan idam-idaman dari masyarakat secara keseluruhan.
Di masa sekarang ini hukum sedang berkembang, dan terus menerus dibangun, sementara pembangunan hukum tidak bisa meninggalkan rasa hukum masyarakatnya, tentu saja hukum Islam menjadi begitu penting peranannya dalam pembinaan Hukum Nasional Indonesia, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam.
Indonesia yang termasuk negara yang sedang berkembang, mengawali kehidupannya dengan hasrat yang kuat untuk melaksanakan pembangunan. Yang pada dasarnya, pembangunan adalah kehendak untuk melakukan perubahan terhadap situasi kehidupan yang lebih baik, membina agar lebih maju dan memperbaiki agar lebih teratur.
Upaya pembangunan Hukum Islam akan melibatkan tiga komponen yang mesti diperhitungkan dengan matang dan cermat, biasa dikenal dengan istilah “Tri Darma Hukum”, yaitu: (1) komponen perangkat hukum, (2) komponen penegak hukum, dan (3) komponen kesadaran hukum.
Hakim merupakan salah satu komponen penegak hukum yang menjadi piranti dalam menyelasaikan hukum yang sedang berlangsung,sehingga keberadaannya menjadi sangat penting dalam penegakan hukum itu.
Peranan hakim menjadi kunci dari citra yang diemban dari lembaga peradilan,bila hakim-hakim yang ada merupakan representasi dari orang yang memiliki akhlak yang baik maka citra peradilan akan menjadi baik pula,akan tetapi bila terdapat hakim yang kurang mencerminkan akhal yang baik,maka citra peradilan pun akan tercoreng dengan olah dari oknum hakim tersebut.
Hakim termasuk persoalan yang sangat penting dalam dunia hukum, sebab berkaitan dengan pembuat hukum dalam syariat Islam, atau pembuat hukum syara’ yang mendatangkan pahala bagi pelakunya dan dosa bagi pelanggarnya. Dalam ilmu Ushul Fiqh, hakim juga disebut dengan Syar’i.


 BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

 1.      PENGERTIAN HAKIM
Kata hakim secara etimologi berarti “orang yang memutuskan hukum”. Dalam istilah fikih kata hakim juga sebagai orang yang memutuskan hukum di pengadilan yang sama hal ini dengan Qadhi.
Ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa yang menjadi sumber atau pembuat hakiki dari hukum syariat adalah Allah SWT. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surat al-An’am ayat 57:

إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِين
Artinya :
“...menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah SWT. Dia yang menerangkan sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik. (QS. Al-An’am/ 6:57)
Meskipun para ulama ushul sepakat bahwa yang membuat hukum adalah Allah SWT, tapi mereka berbeda pendapat dalam masalah apakah hukum-hukum yang dibuat Allah SWT hanya dapat diketahui dengan turunnya wahyu dan datangnya Rasulullah saw atau akal secara independen bisa juga mengetahuinya.
Adapun sebelum datangnya wahyu, ulama berselisih peranan akal dalam menentukan baik buruknya sesuatu, sehingga orang yang berbuat baik diberi pahala dan orang yang berbuat buruk dikenakan sanksi. Dalam Islam tidak ada syariat kecuali dari Allah SWT. baik yang berkaitan dengan hukum-hukum taklif (wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah), maupun yang berkaitan dengan hukum wadhi (sebab, syarta, halangan, sah, batal, fasid, azimah dan rukhsah). Menurut kesepakatan para ulama’ hukum diatas itu semuanya bersumber dari Allah SWT. Melalui Nabi Muhammad saw maupun hasil ijtihad para mujtahid melalui berbagai teori Istinbath, seperti qisas, ijma’ dan metode istinbath lainnya untuk menyingkap hukum yang datang dari Allah SWT. dalam hal ini para ulama’ fiqh  menetapkan kaidah :
لاحكم الالله
Artinya
“tidak ada hukum kecuali  bersumber dari Allah SWT.”

Pengertian hakim terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyebutkan bahwa Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. Selain di dalam KUHAP, pengertian hakim juga terdapat dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam pasal tersebut disebutkan bahwa hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
Menurut Syekh Kholil pengikut mazhab Maliki, seorang hakim (qadli) harus memenuhi beberapa syarat. Yaitu: adil, laki-laki, berakal, seoarang mujtahid, atau muqallid.
Dalam memutuskan sebuah perkara seorang hakim (qadli) tidak boleh dalam keadaan marah, karena bisa saja dia akan memutuskannya tidak sesuai dengan hukum islam, melainkan dia akan mengedepankan emosinya belaka.
Dalam hadis riwayat arbah yang diceritakan oleh sahabat Buraidah bahwa hakim (qadli) dibagi menjadi tiga golongan:
a.       Seorang hakim yang mengerti kebenaran yang diajarkan oleh syari’at islam, dan memutuskan sesuai dengan pengetahuan dan kebenaran tersebut, maka seorang hakim tersebut termasuk orang yang akan selamat dan masuk surga.
b.      Seorang hakim yang telah memenuhi kriteria sebagai hakim, tetapi tidak mengaplikasikannya dalam sebuah keputusan yang ia hadapi, maka golongan ini termasuk hakim yang tidak ideal dan masuk neraka.
c.       Seorang hakim yang tidak memenuhi kriteria sebagai hakim dan tidak mengetahui kebenaran islam,  dan dia memutuskan suatu perkara berdasarkan kebodohan tersebut,maka golongan ini akan masuk neraka .

 2.      LARANGAN HAKIM MEMINTA JABATAN
a.      Dasar Hadits
1 )
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ الْفَاطِمَةُ وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ حُمْرَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَوْلَهُ
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “ kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan”. Muhamad bin Basyar berkata; telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Humran telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja'far dari Sa'id Al Maqburi dari Umar bin Al Hakam dari Abu Hurairah seperti diatas.

2)
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنْ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ : قَالَ لِي اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ رَسُولُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ ا تَسْأَلْلَ الْإِمَارَةَ فَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar telah menceritakan kepada kami 'Abdl Warits telah menceritakan kepada kami Yunus dari Al Hasan mengatakan telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Samurah mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu diberi dengan tanpa meminta, maka kamu akan diotolong, dan jika kamu melakukan suatu sumpah, lantas kau lihat selainnya lebih baik, maka lakukanlah yang lebih baik dan bayarlah kafarat sumpahmu."
b.      Kandungan Hadits
1)      Mengemban jabatan kekuasaan merupakan sebuah tanggung jawab yang teramat besar karena akan menimbulkan celaan, penyesalan dan siksaan di hari kiamat kelak. Kecuali bila ia mengembannya berlaku adil dan melaksanakan semua kewajibannya. Akan tetapi orang seperti ini sangatlah sedikit. Bagaimana mungkin ia mampu berbuat adil jika sebuah perkara berkaitan dengan kerabat, sahabat, dan orang-orang yang ia cintai.
2)      Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t berkata, “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk meninggikan dirinya di hadapan manusia, menguasai mereka, memerintah dan melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini jelek adanya. Maka sebagai balasannya, ia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. Oleh karena itu, seseorang dilarang untuk meminta jabatan.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 2/469)
3)      Bagi siapa yang meminta jabatan pemerintahan maka ia tidak boleh diberi jabatan itu. Islam tidak memberikan jabatan kekuasaan kepada orang yang memintanya, menginginkannya dan berambisi untuk mendapatkannya. Orang yang paling berhak mendapatkan jabatan kekuasaan adalah orang yang menjauhkan diri dan tidak suka menerimanya.
4)      Dalam Syarah Ijmali
Secara umum hadis ini menunjukkan larangan dari meminta jabatan, dengan ungkapan yang indah seperti tersebut dalam hadis ini. Ada sebuah ancaman yang jelas bagi orang-orang yang memaksa untuk meminta jabatan, yaitu engkau ditinggalkan oleh Allah SWT, lalu dirimu dikuasai oleh setan, maka setan akan menjerumuskanmu kepada hal-hal yang tidak diperbolehkan syari’at islam. Sedangkan pertolongan yang menyelamatkan itu semuanya pasti dari Allah SWT (secara hakikat). Dari ungkapan yang Rasululloh SAW ucapkan dalam hadis ini menunjukkan bahwa hukum asal dari meminta jabatan itu dilarang, dan setiap yang dilarang itu hukumnya adalah haram, sebagaimana yang disebutkan dalam qawa’idh ushul fiqih bahwa hukum asal yang dilarang itu menunjukkan kepada haram, kecuali ada dalil yang memalingkannya.
Pada dasarnya memang tidak boleh seseorang itu meminta untuk dijadikan hakim. Meskipun dalam dirinya itu sudah memenuhi kompetensi dan syarat-syarat untuk menjadi hakim. Karena kekuasaan itu tidak diboleh diminta.
Namun dalam keadaan tertentu semua ini bisa saja berubah. Maksudnya adalah, bila dalam suatu negeri tidak ada seorangpun yang mampu untuk menjadi seorang hakim yang adil (misalnya; hakim adalah salah satu contoh jabatan), maka tidak disalahkan seseorang (yang kompeten tentunya) itu untuk meminta dijadikan hakim, bahkan keadaan itu sangat dianjurkan. Sebagian ahli fikih berpendapat, bahkan diperbolehkan dalam keadaan ini seseorang tersebut sampai melakukan sogokan. Meskipun sebagian lainnya tidak menyepakati pendapat itu.
5)      Barangsiapa diangkat untuk mengemban suatu jabatan dengan tanpa memintanya maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan menyiapkan untuknya seorang penasehat shalih yang dapat menyuruh dan membantunya dalam berbuat makruf serta melarang dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari perbuatan mungkar.
6)      Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Baari (XIII/126), "Sesungguhnya para pemimpin yang hanya merasakan kenikmatan dan kebahagiaan dari jabatannya serta tidak pernah mendapatkan kesusahan dan kesulitan, maka semasa di dunia ia harus dipecat dari jabatan hingga ia merasakan kesulitan, maka semasa di dunia ia harus dipecat dari jabatan hingga ia merasakan kesulitan, atau ia akan mendapat siksaan yang lebih berat di akhirat nanti. Nasallahu al-'afwa (kita memohon ampunan kepada Allah). Saya katakan, "Inilah maksud dari sabda Rasulullah saw, "Sungguh hal itu ibarat sebaik-baik penyusuan dan dan sejelek-jelek penyapihan'."
7)      Beliau juga menukil perkataan al-Muhallab dalam Fathul Baari (XIII/126), "Ambisi untuk mendapatkan suatu jabatan merupakan penyebab timbulnya peperangna di kalangan manusia hingga terjadi pertumpahan darah dan perampasan  harta, pemerkosaan dan penyebab utama terjadinya kerusakan besar di muka bumi." Saya katakan, "Inilah makna dari sabda Rasulullah saw, 'Kalian nantinya akan berambisi untuk menjadi penguasa...,

 BAB III
P E N U T U P

KESIMPULAN

a.    Hakim adalah orang yang memutuskan hukum di pengadilan disebut juga dengan Qadhi, yang merupakan pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili
b.    Peranan hakim menjadi kunci dari citra yang diemban dari lembaga peradilan,bila hakim-hakim yang ada merupakan representasi dari orang yang memiliki akhlak yang baik maka citra peradilan akan menjadi baik pula,akan tetapi bila terdapat hakim yang kurang mencerminkan akhal yang baik,maka citra peradilan pun akan tercoreng dengan olah dari oknum hakim tersebut.
c.    Meminta jabatan merupakan larangan keras oleh Allah , sebab jika diberi jabatan dengan meminta, maka akan ditelantarkan oleh Allah, akan tetapi jika diberi jabatan tanpa meminta, maka akan ditolong oleh Allah .

 DAFTAR BACAAN

2.      Sahih Bukhari
3.      Syarh Riyadhush Shalihin
4.      Effendi, Satria (2009) Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana
5.      Syafe’i, Rachmat (2007) Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia
6.      Buku ajar, Memahami Sumber Hukum Islam yang Mukhtalaf
7.      Khalaf, Syekh Abdul Manaf (2005) Terjemahan Ilmu Ushul Fiqh Jakarta: Rineka Cipta
8.      Syarifuddin, Amir (1997) Ushul Fiqh Jilid I Jakarta: Logos Wacana Ilmu
9.      Firdauz (2004) Ushul Fiqh Jakarta: Zikrul Hakim
10.  Jumantoro, totok dan Samsul Munir Amin (2005) Kamus Ilmu Ushul Fikih Jakarta: Amzah
11.  Dahlan, Abd Rahman (2010) Ushul Fiqh Jakarta: Amzah
12.  Biek, Syaikh Muhammad al-Khudari (2007) Terjemahan Ushul Fikih Jakarta: Pustaka Amani
13.  Zahra, Abu Muhammad (1994) Terjemaha Ushul al-Fiqh Jakarta: Pustaka Firdaus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB III KONDISI UMUM

BAB III KONDISI UMUM KUA KECAMATAN WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A.     Kondisi Objektif KUA Kecamatan Warungasem KUA K ec. War...