Selasa, 18 April 2017

PERIODE KEEMPAT ERA KEEMASAN



PERIODE KEEMPAT ERA KEEMASAN
AWAL ABAD KE-2  SAMPAI PERTENGAHAN ABAD KE-4 HIJRIYAH

 MAKALAH
TARIKH TASYRI’


Disusun Oleh :  Nur Muzayim


BAB I
PENDAHULUAN
Pertengahan abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 H. Periode ini disebut sebagai periode gemilang karena fiqh dan ijtihad ulama semakin berkembang. Pada periode inilah muncul berbagai mazhab, khususnya mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali. Pertentangan antara Madrasah al-hadits dengan Madrasah ar-ra’yu semakin menipis sehingga masing-masing pihak mengakui peranan ra’yu dalam berijtihad, seperti yang diungkapkan oleh Imam Muhammad Abu Zahrah, guru besar fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir, bahwa pertentangan ini tidak berlangsung lama, karena ternyata kemudian masing-masing kelompok saling mempelajari kitab fiqh kelompok lain.
Pada masa ini terkenal juga dengan masa keaktifan dan era keemasan dalam bidang Fiqih, penyusunan ilmu pengetahuan, banyaknya para mujtahid, timbul dan berkembangnya mazhab-mazhab Fiqih dan munculnya istilah-istilah Fiqih yang baru. Para khalifah era Abbasiah memberi perhatian yang besar terhadap fiqh dan fuqaha’. Hal itu disebabkan dekatnya para khalifah dengan ulama dan selalu meminta fatwa atau pengarahan tentang fiqih kepada para fuqaha’. Kondisi ini menjadikan para mujtahid kian berkembang dan meluas sampai ke negara-negara Islam, ditambah lagi dengan bebasnya berfikir dan berijtihad sehingga semakin banyak masalah-masalah baru yang disebabkan berbedanya tempat dan kondisi negara-negara Islam lainnya, maka para mujtahid berfatwa dengan ijtihadnya, kemudian muncullah aliran-aliran mazhab.
 BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

1.      SITUASI SOSIAL-POLITIK
Pada permulaan periode ini sukseslah perkumpulan rahasia yang di bentuk untuk memindahkan kekhalifahan dari bani Umayyah kepada keluarga Muhammad S.A.W. Akhirnya kekhalifahan itu beralih ke bani Abbas bin Abdul Muthtalib dimana yang menjadi khalifah (pertama) adalah Abu Abbas yang dijuluki As Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Orang-orang Abbasiyah ini sangat keras tindakannya terhadap bani Umayyah dengan suatu kekerasan yang tidak pernah di lakukan oleh tokoh sejarah. Mereka melakukan tindakan-tindakan keras dan liar yang tidak di senangi hati para pendukung dan penolongnya dari bangsa Persia. Seorang laki-laki dari bani Umayyah yang terbesar kemauannya berhasil mengucilkan dirinya untuk memasuki negeri Andalusia. Di sana ia mendirikan kerajaan besar yang bebas dari bani Abbasiyah. Itulah permulaan terbaginya daerah islam. Perpindahan ke lain tempat ini tidak menyenangkan dalam pandangan keturunan paman mereka yakni keturunan Ali bin Abu Thalib yang berpendapat bahwa diri merekalah yang berhak dengan kekhalifahan dari keluarga lain yang manapun. Maka mereka menetapkan dalam hati untuk mengambil alih kekhalifahan atau mengeruhkan suasana bagi musuh-musuh mereka. Itulah pemberontakan pertama dari keluarga Ali (Alawiyyin). Kemudian oleh putra-putra Hasan Muhammad bin Abdullah bin Ali, dan hamper saja ia dapat mencapai tujuannya seandainya tidak karena kekeliruan- kekeliruan dan buruknya benturan di madinah atas dirinya dan saudaranya Ibrahim di antara Bashrah dan Kufah.
Ketika Abu Baker Al-Manshur menjabat sebagai khalifah membangun kota Baghdad untuk menjadi ibukota Negara-negara Islam, dan dalam membangunnya untuk dipercantik melebihi seluruh kota-kota di dunia pada masa itu. Setelah kota itu selesai di bangun, berkumpullah para ulama dari seluruh penjuru dunia ke sana.
Apabila di telusuri kerajaan islam di sebalah barat yaitu semenanjung Andalusia, maka akan di jumpai kota Kordoba yang terhitung sejajar dengan kota Baghdad di bawah daulah amir agung Abdur Rahman bin Mu’awiyah Pembina daulat umawiyah di Andalusia . di Afrika di jumpai kota Irawan yang mewarisi kemegahan kota-kota Afrika model Romawi yang kecantikannya pindah padanya. Sesudah itu kota Fusthath ibukota Mesir di mana masjidnya yang besar pembuat halaqah-halaqah bagi para ulama yang meninggalkan pengaruh yang terbesar dalam istihat dan istimbath. Merekalah yang munculkan fiqih dari imam-imam mujtahid yang berbeda-beda mashabnya kepada seluruh manusia. Sebagian dari mereka ada teman-teman Malik seperti Ibnu Qasim, sebagian mereka adalah teman-teman Syafi’i seperti Rabi’ dan Muzni, dan masjid Fusthath itulah yang menyebarkan Asyafi’i. dan sebagian teman Abu Hanifah yaitu Abu Ja’far Ath Thahawi. Seluruhnya itu adalah salah satu dari peninggalan-peninggalan fusthath. Orang yang menelaah terhadap tulisan para sejarawan negeri ini akan melihat bahwa fushath itu sudah berbudaya, dalam ilmu, pedaganagan dan pertukangan yang tidak kalah dari kota Baghdad.
 
2.      KEISTIMEWAAN PERIODE INI

a.      Pembukuan As Sunnah
Periode ini adalah massa yang mulia bagi as-sunnah. Para perawi As-sunnah memperhatikan atas wajibnya penyusunan dan pembukuan As Sunnah yang dimaksud dengan menyusun As Sunnah adalah mengumpulkan As sunnah yang sejenis dalam satu judul sebagianya dikumpulkan dengan sebagaian yang lain seperti hadits-hadits tentang shalat, puasa dan lain sebagainya.. pemikiran ini timbul pada seluruh Negara-negara islam dalam waktu yang berdekatan sehingga tidak diketahui orang yang memperoleh keutamaan dikarenakan lebih dahulu dalam penyusunan itu.
Termasuk orang yang membukukan pada tahap pertama dalam priode ini adalah imam Malik bin Anas di Madinah, Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij di Mekah, Sufyan bin Tsauri di Kufah, Hamad bin Salmah dan Sa’id bin Arubah di Bashrah, Hasyim Bin Bsyir di Wasith, Abdul RAhman Al Auzai’I di Syam, ma’mar bin Rasyid di Yaman, Abdullah bin Mubarak di Khurasan, dan Jarir bin Abdul Hamid Di Ray. Hal ini terjadi pada tahun 140 H lebih sedikit. Pada kitab-kitab itu hadits masih bercampur dengan kata-kata sahabat dan tabi’in sebagaimana kita lihat dalam kitab Al Muwatha’ susunan Imam Malik rahimakumullah.
Tahap ini, dua imam besar tokoh as-sunnah yaitu Abu Ubdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari Al-Ja’fi yang meninggal pada tahun 256 H,Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi yang meninggal pada tahun 261 H. menyusun dua kitap shahihnya, setelah cermat dalam meriwayatkan dan memilihnya. Dua kitab shahih itulah puncak pembukuan hadits.
Jalan dua tokoh itu di tempuh pula Abu Wadud Sulaiman bin Al-a’yasy As Sijistani yang meninggal pada tahun 279 H, Abu Isa Muhammad bin Isa Al- Salmi At Turmuzi yang meninggal pada tahun 279H, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qazwini yang terkenal dengan Ibnu Majah yang meninggal pada tahun 273 H, dan Abu Abdur Rahman Ahmad bin Syu’aib An Nasa’i yang meninggal pada tahun 303 H.
Kitab-kitab mereka menurut lesan ahli hadits terkenal dengan kutubussittah ( kitab hadits yang enam ). Di kalangan kaum muslimin kitab itu memperoleh derajat yang tinggi karena para perawinya sangat terpercaya lebih-lebih bukhari dan muslim. Bukan hanya mereka saja orang-orang yang menyusun As sunnah, namun banyak orang-orang lain di samping mereka, hanya saja enam orang itulah yang memperoleh kemasyhuran yang tidak diperoleh oleh selain mereka.
Persoalan As sunnah berakhir pada pertengahan periode ini dan as sunnah telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri dengan tokoh-tokoh khusus yang membahasnya, meskipun mereka tidak meneruskannya ke dalam fiqh dan tidak memiliki kekuatan untuk baris timbath.

 b.      Pembukuan Ushul Fiqh
Pertentangan-pertentangan dalam materi fiqh merupakan sebab kesibukan ulama untuk menyusun ilmu yang mereka namakan “ushul fiqh” yaitu kaidah-kaidah yang wajib di ikuti oleh setiap mujtahid dalam istimbath. Dan diriwayatkan dalam tarikh abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan bahwa dua orang itu menulis tentang ushul fiqh, namun merupakan hal yang menyedihkan karena kitabnya sedikitpun tidak ada yang sampai kepada kita.
Adapun yang sampai kepada kita dan di anggap sebagai asas yang shahih bagi ilmu ini dan kekayaan besar bagi para pembahas ushul fiqh adalah kitab Ar Risalah yang di dektekan oleh Muhammad Idris Asy Syafi’i seorang imam Mekah kemudian imam Mesir.
Kitab-kitab fiqh pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fiqh resmi negara, seperti dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menjadikan fiqh Mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan. Disamping sempurnanya penyusunan kitab fiqh dalam berbagai mazhab, dalam periode ini juga disusun kitab-kitab ushul fiqh, seperti kitab ar-Risalah yang disusun oleh Imam Syafii. Sebagaimana pada periode ketiga,pada periode ini  fiqh iftird semakin berkembang karena pendekatan yang dilakukan dalam fiqh tidak lagi pendekatan aktual di kala itu, tetapi mulai bergeser pada pendekatan teoritis. Oleh sebab itu, hukum untuk permasalahan yang mungkin akan terjadi pun sudah ditentukan.

3.      MUNCULNYA IMAM - IMAM MADZAB
Dari fragmentasi sejarah, bahwa munculnya madzhab-madzhab fiqih pada periode ini merupakan puncak dari perjalanan kesejarahan tasyri’. Bahwa munculnya madzhab-madzhab fiqih itu lahir dari perkembangan sejarah sendiri, bukan karena pengaruh hukum Romawi sebagaimana yang dituduhkan oleh para orientalis.
Fenomena perkembangan tasyrik pada periode ini, seperti tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah, kebebasan berpendapat, banyaknya fatwa-fatwa dan kodifikasi ilmu, bahwa tasyri’ memiliki keterkaitan sejarah yang panjangdan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
Munculnya madzhab dalam sejarah terlihat adanya pemikirah fiqih dari zaman sahabat, tabi’in hingga muncul madzhab-madzhab fiqih pada periode ini. Seperti contoh hukum yang dipertentangkan oleh Umar bin Khattab dengan Ali bin Abi Thalib ialah masa ‘iddah wanita hamil yang ditinggalkan mati oleh suaminya. Golongan sahabat berbeda pendapat dan mengikuti salah satu pendapat tersebut, sehingga munculnya madzhab-madzhab yang dianut.
Di samping itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya tentang timbulnya madzhab tasyri’.
Adapun faktor - faktor yang mendorong munculnya madzhab diantaranya adalah :
a.       Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam sehingga hukum islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang berbeda-beda tradisinya.
b.      Muncunya ulama-ulama besar pendiri madzhab-madzhab fiqih berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat study tentang fiqih, yang diberi nama Al-Madzhab atau Al-Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut dijadikan oleh murid-muridnya.
c.       Adanya kecenderungan masyarakat islam ketika memilih salah satu pendapat dari ulama-ulama madzhab ketika menghadapi masalah hukum. Sehingga pemerintah (kholifah) merasa perlu menegakkan hukum islam dalam pemerintahannya.
d.      Permasalahan politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal tentang masalah politik seperti pengangkatan kholifah-kholifah dari suku apa, ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai madzhab hukum
Diantara imam – imam madzhab yang terkenal  diantanya adalah :

1)      Imam Abu Hanifah (80-150 H / 699-767 M)
Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy dilahirkan di kufah, pada zaman dinasti Umayyah tepatnya pada zaman kekuasaan Abdul malik ibn Marwan, beliau merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab. Di kalangan umat Islam, beliau lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi.
Pada awalnya Abu hanifah adalah seorang pedagang, atas anjuran al-Syabi ia kemudian menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih kepada ulama aliran irak (ra’yu). Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir dalam memecahkan masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan
Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang luas ilmunya dan sempat pula menambah pengalaman dalam masalah politik, karena di masa hidupnya ia mengalami situasi perpindahan kekuasaan dari khlifah Bani Umayyah kepada khalifah Bani Abbasiyah, yang tentunya mengalami perubahan situasi yang sangat berbeda antarta kedua masa tersebut.
Madzhab hanafi berkembang karena kegigihan murid-muridnya menyebarkan ke masyarakat luas, namun kadang-kadang ada pendapat murid yang bertentangan dengfan pendapat gurunya, maka itulah salah satu ciri khas fiqih Hanafiyah yang terkadang memuat bantahan gurunya terhadap ulama fiqih yang hidup di masanya.
Beliau adalah termasuk imam yang pertama-tama berpendapat wajibnya mengikuti Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapatnya yang menyelisihi sunnah. dan sungguh telah diriwayatkan dari Abu Hanifah oleh para sahabatnya pendapat-pendapat yang jitu dan dengan ibarat yang berbeda-beda, yang semuanya itu menunjukkan pada sesuatu yang satu, yaitu wajibnya mengambil hadits dan meninggalkan taqlid terhadap pendapat para imam yang menyelisihi hadits.
Nasehat – nasehat Imam Hanafi diantaranya adalah :
a)      Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku
b)      Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil/memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut. dalam riwayat lain, haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku, dia berfatwa dengan pendapatku
c)      Celaka engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf), janganlah engakau catat semua apa-apa yang kamu dengar dariku, maka sesungguhnya aku berpendapat pada hari ini denga suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat itu besok, besok aku berpendapat dengan suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat tersebut hari berikutnya.
d)     Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan perkataanku.
Pada masa pemerintahan Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, beliau didatangi Hubairoh salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim) di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut, maka beliau dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya dicambuk 10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskannya.
Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun

2)      Imam Malik (93-179 H/712-179 M)
Imam Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di Madinah pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ilmu yang sangat terkenal.
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma'mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.
Ciri pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.''
Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai'at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai'at kepada khalifah yang mereka tak sukai.
Dalam merumuskan hukum-hukum yang bersumber dari al-Quran dan al-hadis, Imam Malik menggunakan metode  tidak seketat Abu Hanifah dalam menerima hadis. Jika Abu Hanifah hanya menerima hadis kalau hadis itu mutawatir atau paling tidak pada tingkatan masyhur, Imam Malik hanya menerima hadis ahad bahkan hadis ahad yang mursal asal periwayatannya orang yang terpercaya. Hadis ahad juga lebih diutamakan daripada qiyas, sehingga ia lebih banyak menggunakan hadis daripada ra’yu;
Karyanya yang terkenal adalah kitab al-Muwatta’, sebuah kitab hadits bergaya fiqh. Inilah kitab tertua hadits dan fiqh tertua yang masih kita jumpai. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat. selain itu masih ada karya-karyanya yang menjadi rujukan utama mazhab Maliki.  diantaranya :
-          Al Mudawwanah al Kubra,
-          Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd),
-          Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid),
-          Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi),
-          Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi),
3)      Imam As Syafi’i ( ( 150-204 H/767-820 )
Imam As-Syfi;i dilahirkan di kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah kota Asqalan dan Yaman pada tahun 150 H dengan nama Muhammad bin Idris al-Abbas. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.
Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi‘, kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi‘i)- menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan menyatakan masuk Islam.
Pencarian ilmu dimulai sejak kecil yang diawali pada al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran) yang dilanjutkan di Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu. Pada usia 7 tahun Imam Syafi’i telah menghafal Al-Quran dan pada usia 12 tahun telah menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.selain itu beliau belajar bahasa Arab dan syair-syair arab di pedalaman suku Hudzail .
Di kota Mekkah, Imam Syafi’i berguru dengan banyak Ulama’ seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ –yang masih terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin ‘Uyainah –ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.
Di Madinah beliau belajar pada Imam Malik bin Anas, Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma‘il bin Ja‘far, Ibrahim bin Sa‘d dan masih banyak lagi. Sedangkan di Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain
Fiqih as-Syafi’i merupakan perpaduan antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Ia terdiri dari dua pendapat, yaitu qaul qadim (pendapat lama) di irak dan qaul jadid di mesir. Madzhab Syafi’i terkenal sebagai madzhab yang paling hati-hati dalam menentukan hukum, karena kehati-hatian tersebut pendapatnya kurang terasa tegas.
Syafi’i pernah belajar Ilmu Fiqh beserta kaidah-kaidah hukumnya di mesjid al-Haram dari dua orang mufti besar, yaitu Muslim bin Khalid dan Sufyan bin Umayyah sampai matang dalam ilmu fiqih. Al-Syafi’i mulai melakukan kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih bahkan menyusun metodelogi kajian hukum yang cenderung memperkuat posisi tradisional serta mengkritik rasional, baik aliran madinah maupun kuffah. Dalam kontek fiqihnya syafi’i mengemukakan pemikiran bahwa hukum Islam bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah serta Ijma’ dan apabila ketiganya belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas, beliau mempelajari perkataan-perkataan sahabat dan baru yang terakhir melakukan qiyas dan istishab.
Di antara buah pena/karya-karya Imam Syafi’i, yaitu :
-          Ar-Risalah           : merupakan kitab ushul fiqih yang pertama kali
  disusun.
-          Al-Umm              : isinya tentang berbagai macam masalah fiqih
                              berdasarkan pokok-pokok pikiran yang terdapat
  dalam kitab ushul fiqih.
Metode dan pendekatan yang digunakan untuk meng-istinbath-kan hukum adalah:
a)      al-Quran dan al-hadis
merupakan sumber pokoknya sebagaimana mazhab-mazhab lain meskipun cara pandang mereka terhadap kedua sumber tesebut seringkali berbeda. Menurut Imam Syafi’i, al-Quran dan hadis mutawatir berada dalam satu martabat, karena sunnah berfungsi untuk menjelaskan al-Quran. Keduanya adalah wahyu meskipun kekuatan sunnah secara terpisah tidak sekuat al-Quran;
b)      Ijma’.
Ijma’ yang dimaksud Imam Syafi’i adalah kesepakatan ulama suatu masa di seluruh dunia Islam, bukan ijma’ di satu negeri saja dan bukan ijma’ kaum tertentu saja;
c)      Qiyas,
yaitu menyamakan hukum suatu masalah yang tidak ada ketentuannya dalam nas dengan hukum yang ada dalam nas karena adanya persamaan illat.
Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.
 4)      Imam Ahmad bin Hanbal ( 164 – 241 H / 780-855 M )
Ahmad bin Hanbal lahir di Bagdad pada bulan Rabi‘ul Awwal tahun 164 H dengan nama Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa‘labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada diri Nizar bin Ma‘d bin ‘Adnan. Yang berarti bertemu nasab pula dengan nabi Ibrahim.
Ayah beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun, ketika beliau baru berumur tiga tahun. Kakek beliau, Hanbal, berpindah ke wilayah Kharasan dan menjadi wali kota Sarkhas pada masa pemeritahan Bani Umawiyyah, kemudian bergabung ke dalam barisan pendukung Bani ‘Abbasiyah dan karenanya ikut merasakan penyiksaan dari Bani Umawiyyah.
pendidikannya yang pertama di kota Baghdad, menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab saat berumur 14 tahun melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan
Saat berumur 16 tahun tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 , Beliau melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim al-Wasithiy hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183 , dari muzamahnya ini beliau dapat mengambil hadits dari Hasyim sekitar 300 000 hadits lebih.
Tahun 186, beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah lalu ke negeri Hijaz, Yaman dan bertemu dengan Imam Syafi’i untuk mengambil hadits dan faedah ilmu darinya.
Beliau amat menekuni pencatatan hadits, hingga perkawinannya berlangsung pada umur 40 tahun, beliau pernah berkata : “Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah (kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.”
Kepakaran Imam Hanbali dalam ilmu hadits memang tak diragukan lagi bahkan beliau dapat menghafal hingga 700.000 hadits  sehingga mengundang banyak tokoh ulama berguru kepadanya diantaranya adalah Abdullah dan Shalih (Putranya), Abu Zur‘ah, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Atsram, dan lain-lain.
Karya – karya besarnya diantaranya adalah :
a)      Kitab al-Musnad ( Kumpulan Hadist Rasulullah )
b)      Kitab al-manasik ash-shagir
c)      Kitab al-kabir
d)     kitab az-Zuhud
e)      kitab ar-radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-zindiqah (Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah)
f)       kitab as-Shalah
g)      kitab as-Sunnah,
h)      kitab al-Wara ‘ wa al-Iman,
i)        kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal,
j)        kitab al-Asyribah,
k)      Kitab Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah satu juz tentang
Ahmad bin Hanbal meninggal pada hari Jumat tanggal 12 Rabi‘ul Awwal tahun 241 pemikiran-pemikiran yang cemerlang beliau samapi akhirnya melahirkan madzhab Hambali, yang memiliki banyak pengikut. Prinsip dasar Madzhab Hambali adalah :
a)      Nash Al-Qur’an dan atau nash hadits
b)      Fatwa sebagian sahabat
c)      Pendapat sebagian sahabat
d)     Hadits Mursal atau hadits daif yang tidak bertentangan
e)      Qiyas
Madzhab Hambali dikembangkan oleh :
a)      al-Atsram Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani,
b)      Ahmad bin Muhammad bin al-Hajjaj,
c)      Abu Ishaq Ibrahim al-Harbi, dan lain-lainnya.

4.      MADZHAB-MADZHAB YANG TELAH MUSNAH
Sebagian dari madzhab-madzhab para fuqaha’ ada yang mendapat pengikut-pengikut yang menjalankannya namun pada suatu waktu dikalahkan oleh madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikut-pengikutnya menjadi surut. Imam yang terkenal dari madzhab ini adalah:
1.      Abu Amr Abdur Rahman bin Muhammad Al Auzai Auza’ adalah puak dari Dzul Kala’ di Yaman, atau desa Damaskus pada jalan pintu Faradis, di mana Abu Amr singgah ditengah-tengah mereka maka ia membangsakan diri kepada mereka. Keluarganya berasal dari tawanan Ainut Tamar.
2.      Abu Sulaiman Dawud bin Ali bin Khalaf Al Ashbihani yang terkenal dengan Azh Zhahiri, dilahirkan di Kufah pada tahun 202 H. Ia mempelajari ilmu dari Ishak bin Rahawih, Abu Tsaur dan lain-lainnya.
3.      Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid Ath Thabari. Ia dilahirkan pada tahun 224 H. Di Amil, Thabaristan ia menuntut ilmu dan mengelilingi beberapa negara sehingga ia mengumpulkan ilmu yang seorang pun pada masanya tidak menyamainya.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Periode ke empat awal abad ke-2 s.d pertengahan abad ke-4 H merupakan periode keemasan karena masa ini banyak loncatan-loncatan monumental terhadap perkembangan hokum Islam dengan ditandahi adanya bembukuan As Sunnah dan Pembukuan Ushul Fiqh
 2.      Periode ini juga merupakan periode pengembangan Islam yang begitu besar, hal ini di tandai dengan lahirnya Ulama’,dan Mujtahid besar yang melahirkan tulisan dan Kitab-Kitab penting bagi Umat Islam seluruh dunia.
3.      Kemunculan Imam-Imam Madzhab yang berbeda-beda pada hakekatnya tidak ada perbedaan, karena sebenarnya mereka berusaha untuk mengajak Umat Islam selalu mendasarkan kehidupanya kepada dasar yang utama yaitu Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW

  
DAFTAR BACAAN
1.      http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_ - _ftnref1 Mun’im. A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, Islamabat : Risalah Bush, 1995, hal. 76
2.      http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_ - _ftnref2 Mahjuddin, Ilmu Fiqih, Jember : P.T. GBI Pasuruan, 1991, hal. 111
3.      http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_ - _ftnref3 Fathurrahman, Djamail, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hal. 09
4.      http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_ - _ftnref4 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, hal. 71
5.      http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_ - _ftnref5 Muh. Zuhri, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta : PT Raya Grafindo Persada, 1996, hal. 105
6.      http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_ - _ftnref6 AB, Wahhab, Khollaf, Khulashoh Tarikh tasyri’ Islam, Solo : CV. Ramadhani, 1991, hal. 89
7.      http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_ - _ftnref7 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 149
8.      Artikel dari Marhamah Saleh on Jun 07, 2011
9.      Pedoman-PedomanBermazhabdalam Islam, Hafiz Firdaus Abdullah, Jahabersa,
10.  Tarikh at-Tasyri Sejarah pembentukan hukum Islam sejak zaman Rasulullah SAW sampai zaman modern,  Nassira syibrah Musa



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB III KONDISI UMUM

BAB III KONDISI UMUM KUA KECAMATAN WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A.     Kondisi Objektif KUA Kecamatan Warungasem KUA K ec. War...