PERIODE KEEMPAT ERA
KEEMASAN
AWAL ABAD KE-2 SAMPAI PERTENGAHAN ABAD KE-4 HIJRIYAH
MAKALAH
TARIKH
TASYRI’
Disusun
Oleh : Nur Muzayim
BAB I
PENDAHULUAN
Pertengahan abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 H. Periode ini disebut
sebagai periode gemilang karena fiqh dan ijtihad ulama semakin berkembang. Pada
periode inilah muncul berbagai mazhab, khususnya mazhab yang empat, yaitu
Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali. Pertentangan
antara Madrasah al-hadits dengan Madrasah ar-ra’yu semakin
menipis sehingga masing-masing pihak mengakui peranan ra’yu dalam berijtihad,
seperti yang diungkapkan oleh Imam Muhammad Abu Zahrah, guru besar fiqh di
Universitas al-Azhar, Mesir, bahwa pertentangan ini tidak berlangsung lama,
karena ternyata kemudian masing-masing kelompok saling mempelajari kitab fiqh
kelompok lain.
Pada masa
ini terkenal juga dengan masa keaktifan dan era keemasan dalam bidang Fiqih,
penyusunan ilmu pengetahuan, banyaknya para mujtahid, timbul dan berkembangnya
mazhab-mazhab Fiqih dan munculnya istilah-istilah Fiqih yang baru. Para
khalifah era Abbasiah memberi perhatian yang besar terhadap fiqh dan fuqaha’.
Hal itu disebabkan dekatnya para khalifah dengan ulama dan selalu meminta fatwa
atau pengarahan tentang fiqih kepada para fuqaha’. Kondisi ini menjadikan para
mujtahid kian berkembang dan meluas sampai ke negara-negara Islam, ditambah
lagi dengan bebasnya berfikir dan berijtihad sehingga semakin banyak
masalah-masalah baru yang disebabkan berbedanya tempat dan kondisi
negara-negara Islam lainnya, maka para mujtahid berfatwa dengan ijtihadnya,
kemudian muncullah aliran-aliran mazhab.
BAB II
PEMBAHASAN
MASALAH
1. SITUASI
SOSIAL-POLITIK
Pada permulaan
periode ini sukseslah perkumpulan rahasia yang di bentuk untuk memindahkan
kekhalifahan dari bani Umayyah kepada keluarga Muhammad S.A.W. Akhirnya kekhalifahan
itu beralih ke bani Abbas bin Abdul Muthtalib dimana yang menjadi khalifah
(pertama) adalah Abu Abbas yang dijuluki As Saffah bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas. Orang-orang Abbasiyah ini sangat keras tindakannya terhadap
bani Umayyah dengan suatu kekerasan yang tidak pernah di lakukan oleh tokoh
sejarah. Mereka melakukan tindakan-tindakan keras dan liar yang tidak di senangi
hati para pendukung dan penolongnya dari bangsa Persia. Seorang laki-laki dari
bani Umayyah yang terbesar kemauannya berhasil mengucilkan
dirinya untuk memasuki negeri Andalusia. Di sana ia mendirikan kerajaan besar yang
bebas dari bani Abbasiyah. Itulah permulaan terbaginya daerah islam. Perpindahan ke
lain tempat ini tidak menyenangkan dalam pandangan keturunan paman mereka yakni
keturunan Ali bin Abu Thalib yang berpendapat bahwa diri merekalah yang berhak
dengan kekhalifahan dari keluarga lain yang manapun. Maka mereka menetapkan
dalam hati untuk mengambil alih kekhalifahan atau mengeruhkan suasana bagi musuh-musuh mereka.
Itulah pemberontakan pertama dari keluarga Ali (Alawiyyin). Kemudian oleh
putra-putra Hasan Muhammad bin Abdullah bin Ali, dan hamper saja ia dapat
mencapai tujuannya seandainya tidak karena kekeliruan- kekeliruan dan buruknya
benturan di madinah atas dirinya dan saudaranya Ibrahim di antara Bashrah dan
Kufah.
Ketika Abu Baker
Al-Manshur menjabat sebagai khalifah membangun kota Baghdad untuk menjadi
ibukota Negara-negara Islam, dan dalam membangunnya untuk dipercantik melebihi
seluruh kota-kota di dunia pada masa itu. Setelah kota itu selesai di bangun,
berkumpullah para ulama dari seluruh penjuru dunia ke sana.
Apabila di telusuri
kerajaan islam di sebalah barat yaitu semenanjung Andalusia, maka akan di jumpai
kota Kordoba yang terhitung sejajar dengan kota Baghdad di bawah daulah amir agung
Abdur Rahman bin Mu’awiyah Pembina daulat umawiyah di Andalusia . di Afrika di
jumpai kota Irawan yang mewarisi kemegahan kota-kota Afrika model Romawi yang
kecantikannya pindah padanya. Sesudah itu kota Fusthath ibukota Mesir di mana
masjidnya yang besar pembuat halaqah-halaqah bagi para ulama yang meninggalkan
pengaruh yang terbesar dalam istihat dan istimbath. Merekalah yang munculkan
fiqih dari imam-imam mujtahid yang berbeda-beda mashabnya kepada seluruh
manusia. Sebagian dari mereka ada teman-teman Malik seperti Ibnu Qasim,
sebagian mereka adalah teman-teman Syafi’i seperti Rabi’ dan Muzni, dan masjid Fusthath
itulah yang menyebarkan Asyafi’i. dan sebagian teman Abu Hanifah yaitu Abu Ja’far
Ath Thahawi. Seluruhnya itu adalah salah satu dari peninggalan-peninggalan
fusthath. Orang yang menelaah terhadap tulisan para sejarawan negeri ini akan
melihat bahwa fushath itu sudah berbudaya, dalam ilmu, pedaganagan dan
pertukangan yang tidak kalah dari kota Baghdad.
2.
KEISTIMEWAAN
PERIODE INI
a. Pembukuan As Sunnah
Periode ini
adalah massa yang mulia bagi as-sunnah. Para perawi As-sunnah memperhatikan
atas wajibnya penyusunan dan pembukuan As Sunnah yang dimaksud dengan menyusun
As Sunnah adalah mengumpulkan As sunnah yang sejenis dalam satu judul
sebagianya dikumpulkan dengan sebagaian yang lain seperti hadits-hadits tentang
shalat, puasa dan lain sebagainya.. pemikiran ini timbul pada seluruh
Negara-negara islam dalam waktu yang berdekatan sehingga tidak diketahui orang
yang memperoleh keutamaan dikarenakan lebih dahulu dalam penyusunan itu.
Termasuk orang
yang membukukan pada tahap pertama dalam priode ini adalah imam Malik bin Anas
di Madinah, Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij di Mekah, Sufyan bin Tsauri
di Kufah, Hamad bin Salmah dan Sa’id bin Arubah di Bashrah, Hasyim Bin Bsyir di
Wasith, Abdul RAhman Al Auzai’I di Syam, ma’mar bin Rasyid di Yaman, Abdullah
bin Mubarak di Khurasan, dan Jarir bin Abdul Hamid Di Ray. Hal ini terjadi pada
tahun 140 H lebih sedikit. Pada kitab-kitab itu hadits masih bercampur dengan
kata-kata sahabat dan tabi’in sebagaimana kita lihat dalam kitab Al Muwatha’
susunan Imam Malik rahimakumullah.
Tahap ini, dua
imam besar tokoh as-sunnah yaitu Abu Ubdillah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari Al-Ja’fi
yang meninggal pada tahun 256 H,Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi yang meninggal
pada tahun 261 H. menyusun dua kitap shahihnya, setelah cermat dalam
meriwayatkan dan memilihnya. Dua kitab shahih itulah puncak pembukuan hadits.
Jalan dua tokoh
itu di tempuh pula Abu Wadud Sulaiman bin Al-a’yasy As Sijistani yang meninggal
pada tahun 279 H, Abu Isa Muhammad bin Isa Al- Salmi At Turmuzi yang meninggal
pada tahun 279H, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qazwini yang terkenal
dengan Ibnu Majah yang meninggal pada tahun 273 H, dan Abu Abdur Rahman Ahmad
bin Syu’aib An Nasa’i yang meninggal pada tahun 303 H.
Kitab-kitab mereka menurut lesan ahli hadits terkenal dengan
kutubussittah ( kitab hadits yang enam ). Di kalangan kaum muslimin kitab itu
memperoleh derajat yang tinggi karena para perawinya sangat terpercaya
lebih-lebih bukhari dan muslim. Bukan hanya mereka saja orang-orang yang
menyusun As sunnah, namun banyak orang-orang lain di samping mereka, hanya saja
enam orang itulah yang memperoleh kemasyhuran yang tidak diperoleh oleh selain
mereka.
Persoalan As
sunnah berakhir pada pertengahan periode ini dan as sunnah telah menjadi ilmu
yang berdiri sendiri dengan tokoh-tokoh khusus yang membahasnya, meskipun
mereka tidak meneruskannya ke dalam fiqh dan tidak
memiliki kekuatan untuk baris timbath.
b. Pembukuan Ushul Fiqh
Pertentangan-pertentangan
dalam materi fiqh merupakan sebab kesibukan ulama untuk menyusun ilmu yang
mereka namakan “ushul fiqh” yaitu kaidah-kaidah yang wajib di ikuti oleh setiap
mujtahid dalam istimbath. Dan diriwayatkan dalam tarikh abu Yusuf dan Muhammad
bin Hasan bahwa dua orang itu menulis tentang ushul fiqh, namun merupakan hal
yang menyedihkan karena kitabnya sedikitpun tidak ada yang sampai kepada kita.
Adapun yang
sampai kepada kita dan di anggap sebagai asas yang shahih bagi ilmu ini dan
kekayaan besar bagi para pembahas ushul fiqh adalah kitab Ar Risalah yang di
dektekan oleh Muhammad Idris Asy Syafi’i seorang imam Mekah kemudian imam
Mesir.
Kitab-kitab fiqh pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun
mulai menganut salah satu mazhab fiqh resmi negara, seperti dalam pemerintahan
Daulah Abbasiyah yang menjadikan fiqh Mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim
di pengadilan. Disamping sempurnanya penyusunan kitab fiqh dalam berbagai
mazhab, dalam periode ini juga disusun kitab-kitab ushul fiqh, seperti
kitab ar-Risalah yang disusun oleh Imam
Syafii. Sebagaimana pada periode ketiga,pada periode ini fiqh iftird semakin berkembang karena pendekatan yang
dilakukan dalam fiqh tidak lagi pendekatan aktual di kala itu, tetapi mulai
bergeser pada pendekatan teoritis. Oleh sebab itu, hukum untuk permasalahan
yang mungkin akan terjadi pun sudah ditentukan.
3.
MUNCULNYA
IMAM -
IMAM MADZAB
Dari fragmentasi sejarah, bahwa munculnya
madzhab-madzhab fiqih pada periode ini merupakan puncak dari perjalanan
kesejarahan tasyri’. Bahwa munculnya madzhab-madzhab fiqih itu lahir dari
perkembangan sejarah sendiri, bukan karena pengaruh hukum Romawi sebagaimana
yang dituduhkan oleh para orientalis.
Fenomena perkembangan tasyrik pada periode ini,
seperti tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah, kebebasan berpendapat, banyaknya
fatwa-fatwa dan kodifikasi ilmu, bahwa tasyri’ memiliki keterkaitan sejarah
yang panjangdan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
Munculnya madzhab dalam sejarah terlihat adanya
pemikirah fiqih dari zaman sahabat, tabi’in hingga muncul madzhab-madzhab fiqih
pada periode ini. Seperti contoh hukum yang
dipertentangkan oleh Umar bin Khattab dengan Ali bin Abi Thalib ialah masa
‘iddah wanita hamil yang ditinggalkan mati oleh
suaminya. Golongan sahabat berbeda pendapat dan mengikuti salah satu pendapat
tersebut, sehingga munculnya madzhab-madzhab yang dianut.
Di samping
itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya tentang
timbulnya madzhab tasyri’.
Adapun
faktor - faktor yang mendorong munculnya madzhab diantaranya adalah :
a.
Karena semakin meluasnya wilayah
kekuasaan Islam sehingga hukum islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang
berbeda-beda tradisinya.
b.
Muncunya ulama-ulama besar pendiri
madzhab-madzhab fiqih berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat
study tentang fiqih, yang diberi nama Al-Madzhab atau Al-Madrasah yang
diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut dijadikan
oleh murid-muridnya.
c.
Adanya kecenderungan masyarakat
islam ketika memilih salah satu pendapat dari ulama-ulama madzhab ketika
menghadapi masalah hukum.
Sehingga pemerintah (kholifah) merasa perlu menegakkan hukum islam
dalam pemerintahannya.
d. Permasalahan
politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal tentang masalah politik
seperti pengangkatan kholifah-kholifah dari suku apa, ikut memberikan saham
bagi munculnya berbagai madzhab hukum
Diantara imam – imam madzhab
yang terkenal diantanya adalah :
1)
Imam Abu Hanifah (80-150 H / 699-767 M)
Imam
Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy dilahirkan di kufah, pada zaman
dinasti Umayyah tepatnya pada zaman kekuasaan Abdul malik ibn Marwan,
beliau merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum
muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan
ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab. Di kalangan umat Islam, beliau lebih dikenal dengan
nama Imam Hanafi.
Pada awalnya
Abu hanifah adalah seorang pedagang, atas anjuran al-Syabi ia kemudian menjadi
pengembang ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih kepada ulama aliran irak (ra’yu).
Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir dalam memecahkan
masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia
banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan
Imam Abu
Hanifah dikenal sebagai ulama yang luas ilmunya dan sempat pula menambah
pengalaman dalam masalah politik, karena di masa hidupnya ia mengalami situasi
perpindahan kekuasaan dari khlifah Bani Umayyah kepada khalifah Bani Abbasiyah,
yang tentunya mengalami perubahan situasi yang sangat berbeda antarta kedua
masa tersebut.
Madzhab hanafi berkembang karena kegigihan murid-muridnya menyebarkan ke masyarakat luas, namun kadang-kadang ada pendapat murid yang bertentangan dengfan pendapat gurunya, maka itulah salah satu ciri khas fiqih Hanafiyah yang terkadang memuat bantahan gurunya terhadap ulama fiqih yang hidup di masanya.
Madzhab hanafi berkembang karena kegigihan murid-muridnya menyebarkan ke masyarakat luas, namun kadang-kadang ada pendapat murid yang bertentangan dengfan pendapat gurunya, maka itulah salah satu ciri khas fiqih Hanafiyah yang terkadang memuat bantahan gurunya terhadap ulama fiqih yang hidup di masanya.
Beliau
adalah termasuk imam yang pertama-tama berpendapat wajibnya mengikuti Sunnah
dan meninggalkan pendapat-pendapatnya yang menyelisihi sunnah. dan sungguh
telah diriwayatkan dari Abu Hanifah oleh para sahabatnya pendapat-pendapat yang
jitu dan dengan ibarat yang berbeda-beda, yang semuanya itu menunjukkan pada
sesuatu yang satu, yaitu wajibnya mengambil hadits dan meninggalkan taqlid
terhadap pendapat para imam yang menyelisihi hadits.
Nasehat – nasehat Imam
Hanafi diantaranya adalah :
a)
Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits
tersebut menjadi madzhabku
b)
Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil/memakai
pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil
pendapat tersebut. dalam riwayat lain, haram bagi orang yang tidak mengetahui
dalilku, dia berfatwa dengan pendapatku
c)
Celaka engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf), janganlah
engakau catat semua apa-apa yang kamu dengar dariku, maka sesungguhnya aku
berpendapat pada hari ini denga suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat itu
besok, besok aku berpendapat dengan suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat
tersebut hari berikutnya.
d)
Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang
menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan
perkataanku.
Pada masa pemerintahan
Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, beliau didatangi Hubairoh
salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim)
di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut, maka beliau dihukum
cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya dicambuk 10 kali), tatkala dia
mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskannya.
Pada
zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Ja’far
Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk
diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja
tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan
(raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam
penjara pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun
2)
Imam
Malik (93-179 H/712-179
M)
Imam
Malik yang bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir
bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, lahir di
Madinah pada tahun 712 M dan wafat tahun 796 M. Berasal dari keluarga Arab
terhormat, berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya
Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman, namun setelah nenek moyangnya
menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota
keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah
adalah kota ilmu yang sangat terkenal.
Karena
keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits
kepada ayah dan paman-pamannya.
Dalam
usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu
menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak
kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al
Ma'mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam
Syafi'i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para
ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik
mencapai 1.300 orang.
Ciri
pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid
kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan
ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu
kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam
marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.''
Ketegasan
sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada
keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik
menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far,
gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah
Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai'at (janji
setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun
merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai'at kepada khalifah yang
mereka tak sukai.
Dalam
merumuskan hukum-hukum yang bersumber dari al-Quran dan al-hadis, Imam Malik
menggunakan metode tidak seketat Abu
Hanifah dalam menerima hadis. Jika Abu Hanifah hanya menerima hadis kalau hadis
itu mutawatir atau paling tidak pada tingkatan masyhur, Imam Malik hanya
menerima hadis ahad bahkan hadis ahad yang mursal asal periwayatannya orang
yang terpercaya. Hadis ahad juga lebih diutamakan daripada qiyas, sehingga ia
lebih banyak menggunakan hadis daripada ra’yu;
Karyanya
yang terkenal adalah kitab al-Muwatta’, sebuah kitab hadits bergaya fiqh.
Inilah kitab tertua hadits dan fiqh tertua yang masih kita jumpai. Karya
terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun
berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari
hadits dan fatwa sahabat. selain itu
masih ada karya-karyanya yang menjadi rujukan utama mazhab
Maliki. diantaranya :
-
Al Mudawwanah al
Kubra,
-
Bidayatul
Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd),
-
Matan ar Risalah
fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid),
-
Asl al Madarik
Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi),
-
Bulgah as Salik
li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi),
3)
Imam
As Syafi’i ( ( 150-204 H/767-820 )
Imam
As-Syfi;i dilahirkan di kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan
wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya
dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah
kota Asqalan dan Yaman pada tahun 150 H dengan nama Muhammad bin Idris al-Abbas. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin
Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu
Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau
bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan
begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan
paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.
Bapak
beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di
jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di
Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah
Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi‘,
kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau
(Syafi‘i)- menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi.
As-Saib, bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki
kemiripan fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh
musyrikin Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus
sendiri dirinya dan menyatakan masuk Islam.
Pencarian ilmu dimulai sejak kecil yang
diawali pada al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran) yang
dilanjutkan di Masjidil Haram untuk menghadiri
majelis-majelis ilmu. Pada usia 7 tahun Imam Syafi’i telah menghafal Al-Quran
dan pada usia 12 tahun telah menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam
Malik.selain itu beliau belajar bahasa Arab dan syair-syair arab di pedalaman
suku Hudzail .
Di kota Mekkah, Imam Syafi’i berguru
dengan banyak Ulama’ seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman
al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ –yang masih terhitung paman jauhnya-,
Sufyan bin ‘Uyainah –ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki,
Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits,
lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari
keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi
pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah
yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.
Di Madinah
beliau belajar pada Imam Malik bin Anas, Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz
ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma‘il bin Ja‘far, Ibrahim bin Sa‘d dan masih
banyak lagi. Sedangkan di Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif
bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain
Fiqih
as-Syafi’i merupakan perpaduan antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Ia
terdiri dari dua pendapat, yaitu qaul qadim (pendapat lama) di irak dan qaul
jadid di mesir. Madzhab Syafi’i terkenal sebagai madzhab yang paling hati-hati
dalam menentukan hukum, karena kehati-hatian tersebut pendapatnya kurang terasa
tegas.
Syafi’i pernah belajar Ilmu Fiqh beserta kaidah-kaidah
hukumnya di mesjid al-Haram dari dua orang mufti besar, yaitu Muslim bin Khalid
dan Sufyan bin Umayyah sampai matang dalam ilmu fiqih. Al-Syafi’i mulai
melakukan kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih bahkan menyusun
metodelogi kajian hukum yang cenderung memperkuat posisi tradisional serta
mengkritik rasional, baik aliran madinah maupun kuffah. Dalam kontek fiqihnya
syafi’i mengemukakan pemikiran bahwa hukum Islam bersumber pada al-Qur’an dan
al-Sunnah serta Ijma’ dan apabila ketiganya belum memaparkan ketentuan hukum yang
jelas, beliau mempelajari perkataan-perkataan sahabat dan baru yang terakhir
melakukan qiyas dan istishab.
Di antara
buah pena/karya-karya Imam Syafi’i, yaitu :
-
Ar-Risalah : merupakan
kitab ushul fiqih yang pertama kali
disusun.
-
Al-Umm : isinya
tentang berbagai macam masalah fiqih
berdasarkan
pokok-pokok pikiran yang terdapat
dalam kitab ushul fiqih.
Metode
dan pendekatan yang digunakan untuk meng-istinbath-kan hukum adalah:
a)
al-Quran dan
al-hadis
merupakan
sumber pokoknya sebagaimana mazhab-mazhab lain meskipun cara pandang mereka
terhadap kedua sumber tesebut seringkali berbeda. Menurut Imam Syafi’i,
al-Quran dan hadis mutawatir berada dalam satu martabat, karena sunnah
berfungsi untuk menjelaskan al-Quran. Keduanya adalah wahyu meskipun kekuatan
sunnah secara terpisah tidak sekuat al-Quran;
b)
Ijma’.
Ijma’
yang dimaksud Imam Syafi’i adalah kesepakatan ulama suatu masa di seluruh dunia
Islam, bukan ijma’ di satu negeri saja dan bukan ijma’ kaum tertentu saja;
c)
Qiyas,
yaitu
menyamakan hukum suatu masalah yang tidak ada ketentuannya dalam nas dengan
hukum yang ada dalam nas karena adanya persamaan illat.
Karena
kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang
selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga
akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat
Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga
Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.
4)
Imam
Ahmad bin Hanbal ( 164 – 241 H / 780-855 M )
Ahmad bin Hanbal lahir di Bagdad pada
bulan Rabi‘ul Awwal tahun 164 H dengan nama Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin
Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa‘labah
adz-Dzuhli asy-Syaibaniy. Nasab
beliau bertemu dengan nasab Nabi pada diri Nizar bin Ma‘d bin ‘Adnan. Yang
berarti bertemu nasab pula dengan nabi Ibrahim.
Ayah
beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun, ketika beliau baru
berumur tiga tahun. Kakek beliau, Hanbal, berpindah ke wilayah Kharasan dan
menjadi wali kota Sarkhas pada masa pemeritahan Bani Umawiyyah, kemudian
bergabung ke dalam barisan pendukung Bani ‘Abbasiyah dan karenanya ikut
merasakan penyiksaan dari Bani Umawiyyah.
pendidikannya yang pertama
di kota Baghdad, menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di
al-Kuttab saat berumur 14 tahun melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan
Saat berumur 16 tahun tertarik untuk menulis hadits
pada tahun 179 , Beliau melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir
bin Abu Hazim al-Wasithiy hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183 , dari
muzamahnya ini beliau dapat mengambil hadits dari Hasyim sekitar 300 000 hadits
lebih.
Tahun 186,
beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah lalu ke negeri
Hijaz, Yaman dan bertemu dengan Imam Syafi’i untuk mengambil hadits dan faedah
ilmu darinya.
Beliau amat menekuni
pencatatan hadits, hingga perkawinannya berlangsung pada umur 40 tahun, beliau
pernah berkata : “Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah
(kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.”
Kepakaran Imam Hanbali dalam ilmu hadits
memang tak diragukan lagi
bahkan beliau dapat menghafal hingga 700.000 hadits sehingga mengundang banyak tokoh ulama
berguru kepadanya
diantaranya adalah Abdullah
dan Shalih (Putranya), Abu Zur‘ah, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Atsram, dan
lain-lain.
Karya – karya besarnya
diantaranya adalah :
a)
Kitab
al-Musnad ( Kumpulan Hadist Rasulullah )
b)
Kitab al-manasik ash-shagir
c)
Kitab
al-kabir
d)
kitab az-Zuhud
e)
kitab ar-radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-zindiqah
(Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah)
f)
kitab as-Shalah
g)
kitab as-Sunnah,
h)
kitab al-Wara ‘ wa al-Iman,
i)
kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal,
j)
kitab al-Asyribah,
k)
Kitab Ushul
as-Sittah, Fadha’il
ash-Shahabah satu juz tentang
Ahmad bin Hanbal meninggal
pada hari Jumat tanggal 12 Rabi‘ul Awwal tahun 241 pemikiran-pemikiran yang
cemerlang beliau samapi akhirnya melahirkan madzhab Hambali, yang memiliki
banyak pengikut. Prinsip dasar Madzhab Hambali adalah :
a)
Nash Al-Qur’an dan atau nash hadits
b)
Fatwa sebagian sahabat
c)
Pendapat sebagian sahabat
d)
Hadits Mursal atau hadits daif
yang tidak bertentangan
e)
Qiyas
Madzhab Hambali dikembangkan oleh :
a)
al-Atsram Abu Bakar Ahmad bin
Muhammad bin Hani,
b)
Ahmad bin Muhammad bin al-Hajjaj,
c)
Abu Ishaq Ibrahim al-Harbi, dan
lain-lainnya.
4.
MADZHAB-MADZHAB YANG TELAH MUSNAH
Sebagian dari
madzhab-madzhab para fuqaha’ ada yang mendapat pengikut-pengikut yang menjalankannya
namun pada suatu waktu dikalahkan oleh madzhab-madzhab lain yang datang
kemudian, sehingga pengikut-pengikutnya menjadi surut. Imam yang terkenal dari
madzhab ini adalah:
1. Abu
Amr Abdur Rahman bin Muhammad Al Auzai Auza’ adalah puak dari Dzul Kala’ di
Yaman, atau desa Damaskus pada jalan pintu Faradis, di mana Abu Amr singgah
ditengah-tengah mereka maka ia membangsakan diri kepada mereka. Keluarganya
berasal dari tawanan Ainut Tamar.
2. Abu
Sulaiman Dawud bin Ali bin Khalaf Al Ashbihani yang terkenal dengan Azh
Zhahiri, dilahirkan di Kufah pada tahun 202 H. Ia mempelajari ilmu dari Ishak
bin Rahawih, Abu Tsaur dan lain-lainnya.
3. Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid Ath Thabari. Ia dilahirkan pada tahun 224
H. Di Amil, Thabaristan ia menuntut ilmu dan mengelilingi beberapa negara
sehingga ia mengumpulkan ilmu yang seorang pun pada masanya tidak menyamainya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Periode ke empat
awal
abad ke-2 s.d pertengahan abad ke-4 H merupakan periode keemasan karena masa ini banyak loncatan-loncatan
monumental terhadap perkembangan hokum Islam dengan ditandahi adanya bembukuan
As Sunnah dan Pembukuan Ushul Fiqh
2. Periode ini juga
merupakan periode pengembangan Islam yang begitu besar, hal ini di tandai
dengan lahirnya Ulama’,dan Mujtahid besar yang melahirkan tulisan dan
Kitab-Kitab penting bagi Umat Islam seluruh dunia.
3. Kemunculan
Imam-Imam Madzhab yang berbeda-beda pada hakekatnya tidak ada perbedaan, karena
sebenarnya mereka berusaha untuk mengajak Umat Islam selalu mendasarkan
kehidupanya kepada dasar yang utama yaitu Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW
DAFTAR BACAAN
1.
http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_
- _ftnref1 Mun’im. A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, Islamabat : Risalah Bush,
1995, hal. 76
2.
http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_
- _ftnref2 Mahjuddin, Ilmu Fiqih, Jember : P.T. GBI Pasuruan, 1991, hal. 111
3.
http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_
- _ftnref3 Fathurrahman, Djamail, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1997, hal. 09
4.
http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_
- _ftnref4 Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, hal. 71
5.
http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_
- _ftnref5 Muh. Zuhri, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta : PT Raya
Grafindo Persada, 1996, hal. 105
6.
http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_
- _ftnref6 AB, Wahhab, Khollaf, Khulashoh Tarikh tasyri’ Islam, Solo : CV.
Ramadhani, 1991, hal. 89
7.
http://moenawar.multiply.com/journal/item/12/TARIKH_TASYRI_Sejarah_perkembangan_mazhab_
- _ftnref7 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1996, hal. 149
9. Pedoman-PedomanBermazhabdalam Islam, Hafiz Firdaus
Abdullah, Jahabersa,
10. Tarikh at-Tasyri Sejarah pembentukan hukum Islam sejak zaman Rasulullah
SAW sampai zaman modern, Nassira syibrah Musa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar