BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Jual beli
menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut syara’
artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad),yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuan hidup.
Sedangkan riba yaitu memiliki
sejarah yang sangat panjang dan prakteknya sudah dimulai semenjak banga Yahudi
sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke-Islaman. Padahal
semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun
dalam kehidupan bermasyarakat. Allah SWT berfirman,yang artinya :
Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
(QS an-Nisaa’ 160-161)
Pada surat yang lain disebutkan,
yang artinya :
Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)
B. RUMUS
MASALAH
a. Pengertian
jual beli dan riba
b. Landasan
hukum jual beli dan riba
c. Hukum jual
beli dan riba
d. Macam-macam
jual beli dan riba
BAB II
JUAL BELI
DAN RIBA
1. JUAL BELI
A. Pengertian
Jual Beli
Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang
menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu
(‘aqad)[1].
Jual beli secara lughawi adalah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah al-bay’u. Secara terminology jual beli adalah suatu transaksi
yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang
dengan harga yang disepakatinya. Menurut syari’at islam jual beli adalah
pertukaran harta atas dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan
ganti yang dapat dibenarkan.
Jual-beli atau bay’u adalah suatu kegiatan tukar-menukar barang dengan
barang yang lain dengan cara tertentu baik dilakukan dengan menggunakan akad
maupun tidak menggunakan akad.[2].
Intinya, antara penjual dan pembeli telah mengetahui masing-masing bahwa
transaksi jual-beli telah berlangsung dengan sempurna.
B. Landasan
Hukum Jual Beli
Landasan Syara’: Jual beli di syariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan
Ijma’. Yakni:[3]
a. Berdasarkan
Al-Qur’an diantaranya:
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: “
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqarah : 275)
وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء أَمْوَالَكُمُ الَّتِي
جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً
Artinya: “
dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh dan harta itu
dijadikan Allah untukmu sebagai pokok penghidupan”. (An-Nisa:5).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ
تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً
عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ
أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً -٢٩-
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa: 29).
b. Berdasarkan
Sunnah
Rasulullah Saw. Bersabda:
“dari Rifa’ah bin Rafi’ ra.: bahwasannya Nabi Saw. Ditanya: pencarian apakah
yang paling baik? Beliau menjawab: “Ialah orang yang bekerja dengan tangannya
dan tiap-tiap jual beli yang bersih”. (H.R Al-Bazzar dan disahkan Hakim)
Rasulullah
Saw, bersabda:
“sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka (saling meridhoi)
(HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
c.
Bardasarkan
Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain.
Namun demikian, bantuan atau harta milik orang lain yang dibutuhkannya itu,
harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.
C. Rukun dan
Pelaksanaan Jual Beli
Dalam menetapkan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan
pendapat. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual-beli adalah ijab dan qabul yang
menunjukkan pertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:[4]
a.
Bai’
(penjual)
b. Mustari
(pembeli)
c.
Shighat
(ijab dan qabul)
d. Ma’qud
‘alaih (benda atau barang).
D. Syarat
Jual-beli
Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat
jual-beli, yaitu[5]:
a.
Adanya dua
pihak yang melakukan transaksi jual-beli
b. Adanya
sesuatu atau barang yang dipindah tangankan dari penjual kepada pembeli
c.
Adanya
kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab qabul).
Syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli
adalah:
a.
Agar tidak
terjadi penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat membedakan
(memilih).
b. Dengan
kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena terpaksa.
c.
Dewasa atau
baligh.
Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai
berikut:
a.
Bersih atau
suci barangnya
Tidak sah
menjual barang yang najis seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang
najis.
b. Ada manfaatnya:
jual beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang
tidak ada manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk, dan
sebagainya.
c.
Dapat
dikuasai:
tidak sah
menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda yang sedang lari yang
belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang sudah hilang atau
barang yang sulit mendapatkannya.
d. Milik
sendiri:
tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak
seizinnya, atau barang yang hanya baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi
miliknya.
e. Harus diketahui
kadar, harga, jenis dan sifatnya dari barang itu, begitu juga. Jual beli benda
yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh.
E. Hukum Jual
Beli
Pada asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau
dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Imam Asy-Syafi'i dasarnya hukum jual-beli itu
seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak.
Kecuali apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya
termasuk yang dilarang beliau SAW.[6]
F. Macam –
macam Jual Beli
Menurut jumhur ulama jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi, dari segi
hukumnya, jual beli ada tiga macam yaitu :
1) Jual beli
yang sah,
Adalah jual
beli yang telah memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya,
syarat jual beli antara lain :
1. Barangnya
suci
2. Bermanfaat
3. Milik penjual
(dikuasainya )
4. Bisa di
serahkan
5. Di ketahui
keadaannya
2) Jual beli
yang batal,
Adalah jual
beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi
rusak (fasid). Menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama.
Adapun ulama
hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal, dan
rusak.
3) Jual beli
yang di larang
Jual beli
yang dilarang dalam islam sangatlah banyak menurut jumhur ulama.
Berkenaan dengan jual beli yang di larang dalam islam, Wahbah Al-Juhalili
meringkasnya sebagai berikut :
1. Terlarang
Sebab Ahliah (Ahli Akad )
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan
sahih apabila dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dan dapat memilih, dan
mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang di pandang tidak sah
jual belinya adalah berikut ini :
a.
Jual beli
orang gila
Ulama fiqih
sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya, seperti
orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.
b.
Jual beli
anak kecil
Menurut
ulama fiqih jual beli anak kecil di pandang tidak sah, kecuali dalam perkara –
perkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak
mimayyiz yang belum baligh, tidak sah sebab tidak ada ahliyah.
Adapun menurut ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah, jual beli anak-anak
kecil dianggap sah jika diizinkan walinya. Mereka antara lain beralasan, salah
satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan cara memberikan
keleluasaan untuk jual beli, juga pengamalan atas firman Allah, yang artinya:
وَابْتَلُواْ
الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْداً
فَادْفَعُواْ
إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ...
Artinya
“ dan ujilah anak yatim itu sampai
mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapat mereka telah
cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya.
(Q.S. An-Nisa’ :6)
c.
Jual beli
orang buta
Jual beli
orang buta di kategorikan sahih munurut jumhur ulama jika barang yang dibelinya
diberi sifat ( diterangkan sifat-sifatnya ). Menurut Safi’iyah, jual beli orang
buta tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.
Menurut
ulama Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli ini tidak sah , sebab tidak ada
keridaan ketika akad.
e.
Jual beli
fudhul
Adalah jual
beli milik orang tanpa seizinnya. Munurut Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli di
tangguhkan sampai ada izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli
fudhul tidak sah.
f.
Jual beli
orang yang terhalang
Maksudnya
adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit.
2. Terlarang
Sebab Ma’qud Alaih ( barang jualan )
Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang di jadikan
alat pertukaran olah orang yang akad, yang biasa di sebut mabi’ (barang jualan)
dan harga.
a.
Jual-beli
benda yang tidak ada atau di khawatirkan tidak ada
b.
Jual-beli
barang yang tidak dapat di serahkan
c.
Jual-beli
gharar ataui di sebut juga dengan jual beli yang tidak jelas (majhul)
d.
Jual-beli
barang yang najis dan yang terkena najis.
e.
Jual-beli
barang yang tidak ada ditempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat.
3. Terlarang
sebab syara’
a.
Jual-beli
riba
b.
Jual-beli
barang yang najis
Barang yang
diperjual belikan harus suci dan bermanfaat untuk manusia. Tidak boleh (haram)
berjual beli barang yang najis atau tidak bermanfaat seperti: arak, bangkai,
babi, anjing, berhala, dan lain-lain.
Nabi saw. Bersabda ;
اِنّ ا للهَ تعالى حَرَّم بَيْعَ اْلخَمْرِ
وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ . (رواه الشيغان)[7]
Artinya :
“ Nabi bersabda : Allah ta’ala melarang jual
beli arak, bangkai, babi, anjing, dan berhala.”(bukhari dan muslim)
c.
Jual-beli
dengan uang dari barang yang diharamkan
d.
Jual-beli
barang dari hasil pencegatan barang
e.
Jual-beli
waktu ibadah sholat jum’at, berdasarkan Q.S. Al Jumu’ah ayat 9, yaitu:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى
ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
-
Artinya :
Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
f.
Jual-beli
anggur untuk dijadikan khamar
g.
Jual-beli
induk tanpa anaknya yang masih kecil
h.
Jual-beli
barang yang sedang dibeli oleh orang lain
i.
Jual-beli
memakai syarat.
2. RIBA
A. Pengertian Riba
Menurut
etimologi, riba berarti “ Azziyadah”(tambahan), seperti arti kata
riba pada surah Al-haj ayat 5, yang artinya : “ kemudian Kami turunkan air
diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah.
Riba secara bahasa adalah sesuatu yang bertambah dari pokoknya, sedangkan
menurut syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik bentuk
barang sejenis maupun uang yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan
jatuh temponya.[8]
Maksudnya menurut syara’: “akad yang terjadi dalam penukaran barang-barang yang
tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’, atau
terlambat menerimanya.
B. Landasan
hukum
1.
Berdasar kan
Al-Qur’an
a. Sebagaimana
yang terdapat dalam surah Ali Imran ayat 130, yang artinya:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ
اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ -١٣٠-
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
Firman Allah :
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya:
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(Al-Baqarah
:275)
b. Dan dalam
surah Al- Baqarah: 278-279 yang artinya:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم
مُّؤْمِنِينَ -٢٧٨- فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ
وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
-٢٧٩-
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”.
2.
Hadist
Sabda Nabi
SAW. Yang artinya: dari Jabir, “Rasulullah Saw. Telah melaknat atau mengutuk
orang yang makan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua saksinya”. (Riwayat
Muslim).
C. Hukum Riba
Riba hukumnya haram, berdasarkan firman Allah dan sabda Nabi Saw yang telah
disebutkan diatas.Beberapa pendapat lain mengenai hukum riba, antara lain yaitu
;[9]
1. Riba adalah
bagian dari 7 dosa besar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana
hadits berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ :
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ
قَالُوا : وَمَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ :
الشِّرْكُ بِاَللَّهِ وَالسِّحْرُ
وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا
وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ . مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
Dari Abi
Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Jauhilah oleh kalian
tujuh hal yang mencelakakan". Para shahabat bertanya,"Apa saja ya
Rasulallah?". "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang
diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari
dari peperangan dan menuduh zina.(HR. Muttafaq alaihi).
2.
Tidak ada
dosa yang lebih sadis diperingatkan Allah SWT di dalam Al-Quran, kecuali dosa
memakan harta riba. Bahkan sampai Allah SWT mengumumkan perang kepada
pelakunya.Hal ini menunjukkan bahwa dosa riba itu sangat besar dan berat.
يَا أَيّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّه وَذَرُوامَا بَقِيَ مِنْ الرِّبَا إنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا
بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا
تُظْلَمُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
jika kamu orang-orang yang beriman.Maka jika kamu tidak mengerjakan , maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya. (QS.
Al-Baqarah : 278-279)
3.
As-Sarakhsy
berkata bahwa seorang yang makan riba akan mendapatkan lima dosa atau hukuman
sekaligus. Yaitu At-Takhabbut, Al-Mahqu, Al-Harbu, Al-Kufru dan Al-Khuludu
fin-Naar.
· At-Takhabbut : Kesurupan seperti kesurupannya
syetan.
· Al-Mahqu : Dimusnahkan oleh Allah
keberkahan hartanya
· Al-Harbu : Diperangi oleh Allah SWT
· Al-Kufru : dianggap kufur dari
perintah Allah SWT. Dan dianggap
keluar dari agama Islam apabila
menghalalkannya.Tapi
bila hanya memakannya tanpa mengatakan bahwa
riba itu
halal, dia berdosa besar.
· Al-Khuludu
fin-Naar : yaitu kekal di dalam neraka, sekali masuk tidak akan
pernah keluar lagi dari dalamnya. Nauzu
bila.
D. Macam- macam Riba
Al-Hanafi
mengatakan bahwa riba itu terbagi menjadi dua, yaitu riba Al-Fadhl dan riba
An-Nasa'.Sedangkan Imam As-Syafi'i membaginya menjadi tiga, yaitu riba
Al-Fadhl, riba An-Nasa' dan riba Al-Yadd.Dan Al-Mutawally menambahkan jenis
keempat, yaitu riba AlQardh. Semua jenis riba ini diharamkan secara ijma'
berdasarkan nash Al Qur'an dan hadits Nabi" (Az Zawqir Ala Iqliraaf al
Kabaair vol. 2 him. 205).[10]
Secara garis
besar bisa dikelompokkan menjadi dua besar, yaitu riba hutang-piutang dan riba
jual-beli.Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliyah.Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl
dan riba nasi’ah.
1. Riba Qardh
Suatu
manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh).
2. Riba Yad
Jual beli
dengan mengakhirkan penyerahan yakni bercerai berai antara dua orang yang akad
sebelum timbang serah terima.
3. Riba Fadhl
Riba fadhl
adalah riba yang terjadi dalam masalah barter atau tukar menukar benda. Namun
bukan dua jenis benda yang berbeda, melainkan satu jenis barang namun dengan
kadar atau takaran yang berbeda. Dan jenis barang yang dipertukarkan itu
termasuk hanya tertentu saja, tidak semua jenis barang.Barang jenis tertentu
itu kemudian sering disebut dengan "barang ribawi".
Harta yang
dapat mengandung riba sebagaimana disebutkan dalam hadits nabawi, hanya
terbatas pada emas, perak, gandung, terigu, kurma dan garam saja.
Dari Ubadah
bin Shamait berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Emas dengan emas, perak
dengan perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, korma dengan korma,
garam dengan garam harus sama beratnya dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah
sekehendakmu tetapi harus tunai (HR Muslim).
Di luar
keenam jenis barang itu tentu boleh terjadi penukaran barang sejenis dengan
kadar dan kualitas yang berbeda. Apalagi bila barang itu berlainan
jenisnya.Tentu lebih boleh lagi.
· Emas : Barter
emas dengan emas hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda. Misalnya,
emas 10 gram 24 karat tidak boleh ditukar langsung dengan emas 20 gram 23
karat. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu.
· Perak : Barter
perak dengan perak hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda. Misalnya,
perak 100 gram dengan kadar yang tinggi tidak boleh ditukar langsung dengan
perak200 yang kadarnya lebih rendah. Kecuali setelah dikonversikan terlebih
dahulu masing-masing benda itu
· Gandum :
Barter gandum dengan gandum hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda.
Misalnya, 100 Kg gandum kualitas nomor satu tidak boleh ditukar langsung dengan
150 kg gandum kuliatas nomor dua. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu
masing-masing benda itu
· Terigu :
Demikian juga barter terigu dengan teriguhukumnya haram, bila kadar dan
ukurannya berbeda. Misalnya, 100 Kg terigu kualitas nomor satu tidak boleh
ditukar langsung dengan 150 kg terigu kuliatas nomor dua.Kecuali setelah
dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu.
· Kurma :
Barter kurma dengan kurma hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda.
Misalnya, 1 Kg kurma ajwa (kurma nabi) tidak boleh ditukar langsung dengan 10
kg kurma Mesir. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing
benda itu.
4. Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah
disebut juga riba Jahiliyah. Nasi'ah bersal dari kata nasa' yang artinya
penangguhan. Sebab riba ini terjadi karena adanya penangguhan pembayaran.Inilah
riba yang umumnya kita kenal di masa sekarang ini. Dimana seseorang memberi
hutang berupa uang kepada pihak lain, dengan ketentuan bahwa hutang uang itu
harus diganti bukan hanya pokoknya, tetapi juga dengan tambahan prosentase
bunganya. Riba dalam nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Contoh :
Ahmad ingin membangun rumah. Untuk itu dia pinjam uang kepada bank sebesar 144
juta dengan bunga 13 % pertahun.Sistem peminjaman seperti ini, yaitu harus
dengan syarat harus dikembalikan plus bunganya, maka transaksi ini adalah
transaksi ribawi yang diharamkan dalam syariat Islam.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa :
Jual beli secara lughawi adalah saling menukar. Jual
beli dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-bay’. Secara terminology jual
beli adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak
pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang disepakatinya. Menurut
syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling merelakan
atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Adapun rukun jual-beli menurut
Jumhur Ulama ada empat, yaitu:
a.
Bai’ (penjual)
b.
Mustari (pembeli)
c.
Shighat (ijab dan qabul)
d.
Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).
Riba secara bahasa adalah sesuatu
yang bertambah dari pokoknya, sedangkan menurut syara’ adalah akad yang terjadi
dengan penukaran tertentu baik bentuk barang sejenis maupun uang yang berlebih
ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh temponya.
Riba terbagi kepada 4 bagian :
1. Riba fadhli
2. Riba qadi
3. Riba yad
4. Riba nasa’
Daftar
Pustaka
Rasyid Sulaiman, 2010, Fiqih Islam,Sinar Baru
Algensindo, Bandung
Yunus Mahmud, Naimi Nadlrah, 2011, Fiqih Muamalah, Ratu
Jaya, Medan
Syafe’i Rachmat, 2006, Fiqih Muamalah untuk UIN,
STAIN, PTAIS, Dan Umum, Pustaka Setia, Bandung
Imran Ali, 2011, Fikih, Taharah, Ibadah, Muamalah,
CV. Media Perintis, Bandung
Moh, Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,CV.
Toha Putra, Semarang
Moh. Rifa’i, dkk, 1978, Terjemah Khulashah
Kifayatul Akhyar, CV. Toha Putra Semarang
[1]
Moh Rifa’i,Ilmu Fiqih Islam
Lengkap,Toha Putra,Semarang:1978, hal 402
[2]
Ali Imran,Fikih Taharah, Ibadah
Muamalah, Cipta Pustaka Media Perintis, Bandung:2011
[3]
Rahmat Syafe’i,Fiqih Muamalah
untuk UIN,STAIN, PTANIS, dan Umum, Pustaka Setia, Bandung:2006, hal: 74-75
[4]
Ibid, hal: 76S
[5]
Mahmud Yunus, dan Nadlrah Naimi,Fiqih
Muamalah, CP. Ratu Jaya, Medan: 2011, hal 104-105
[6]
Dr. Az-zuhaili .Wahbah,
Al-Fqihul Islami wa Adillatuhu , jilid 4 halaman 364
[7]
Moh. Rifa’i,dkk, Terjamah
khulasah kifayatul akhyar, cv.Toha putra ,Semarang, 1978, hal 184
[8]
Ali Imran, opcit hal 162
[9]
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar
Baru Algensindo, Bandung, 2010, hal 292
[10]
Moh. Rifa’i, dkk. Opcit, hal 262
Tidak ada komentar:
Posting Komentar