Minggu, 26 Maret 2017

SEPENGGAL SEJARAH PERJUANGAN PAHLAWAN

Salah satu tokoh pejuang yang berada di Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang adalah :
SYEIKH THOLABUDDIN yang bernama asli  KANJENG KYAI SYEIKH SAYYID ABDULLAH BIN SAYYID HUSEIN BIN  YAHYA BA’ALAWIY, beliau adalah keturunan ke- 8 dari SUNAN GIRI dan bila  dirunut silsilahnya maka akan sampai pada Rasulullah Nabi Muhammad SAW .
SYEIKH THOLABUDDIN  yang mengasuh dua pesantren di daerah Padurungan Pemalang dan Warungasem, Batang Pekalongan, pada tanggal 24 Januari 1575 pernah mengambil  sumpah jabatan BENOWO sebagai Bupati Pemalang  yang pertama.
Ketika SULTAN  AGUNG menyerang Belanda ke Batavia  yang dipimpin oleh tiga penglima perangnya yang bernama : TUMENGGUNG SURO AGUL AGUL,  TUMENGGUNG ALAP ALAP DAN TUMENGGUNG BAHUREKSO pada tahun 1628 – 1629, melewati wilayah Warungasem, pada saat itu pula utusan  Kerajaan Mataram yang dipimpin SYEIKH IBRAHIM SAMI’AN dan beberapa Senapatinya membantu usaha SULTAN AGUNG itu.
Sementara  SYEIKH THOLABUDDIN bertugas mengumpulkan bahan pangan / logistik di wilayah Warungasem, bersama SYEIKH KYAI AGUNG SINGO NEGORO di Pegandon Kendal dan KYAI AGUNG GRINGSING di wilayah Gringsing .
Pada  tahun 1751 – 1752 SYEIKH THOLABUDDIN bersama dua sahabatnya SYEIKH HASAN DIPURO DAN SYEIKH HASAN MURADI membantu laskar Mataram yang dipimpin oleh PANGERAN MANGKUBUMI (Sultan Hamengku Buwono I ) berjuang melawan VOC ( Belanda ) di wilayah Batang .
SYEIKH THOLABUDDIN wafat pada tanggal 20 Sya’ban 1212 yang bertepatan pada tahun 1795 M, dan dimakamkan di Desa Masin Kecamatan Warungasem  Kabupaten Batang

Warungasem, 12 November 2016
Disusun oleh: Nur Muzayim

Sumber : Beberapa Tokoh Masyarakat  Desa Masin pemerhati  Sejarah Syeikh Tholabuddin.

SEJARAH KEPRAMUKAAN PANGKALAN MA THOLABUDDIN DAN AMBALAN SOSROWIDURO

A.    Kegiatan Pramuka Sebelum Tahun 1997
Sejak berdirinya Pramuka MA Tholabudin sekitar tahun 1988 , sejak itu pula kegiatan Pramuka disini telah ada .dan mengalami pasang surut baik anggota maupu kegiatannya .
Pada saat itu telah dilaksanakan berbagi macam kegitan yang menyerupai PTA perkemahan Penerimaan Tamu Ambalan . Bahkan pada saat itu pernah dilakukan perkemahan safari yaitu perkemahan yang dilaksanakan secara berpindah-pindah tempat dalam satu kegiatan . Pembinanya pada saat itu Kak Muhaimin TIS bersama kakak-kakak Pembina yang lain .
Demikian juga kombinasi kegiatan Pramuka dengan OSIS yang melairkan kegiatan perkemaahan Home stay dimana peserta tidak mendirikan tenda tetapi menyatu dengan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan bakti-bakti social dan keagamaan .

B.     Kegiatan Pramuka Sesudah Tahun 1997
Pertama kali MA Tholabuddin melaksankan kegiatan PTA pada bulan Juli tahun 1997. Pada saat itu kegiatannya masih bersama dengan KBO ( Kemah Bakti Osis ) selama 3 hari 2 malam yang dilaksanakan di desa Kalilembu Kec. Karangdadap.
Hari pertama hingga malam kegiatannya OSIS, setelah itu dilanjutkan PTA dimana kegiatannya sangat padat.
Baru sekitar tahun 2000 PTA dilaksankan sendiri tanpa kegiatan KBO. Sehingga ruang kegiatan mulai saat itu benar-benar bernuansa pengenalan kepenagakan .

C.    Gugus Depan Tholabuddin
Pramuka di pangkalan MA Tholabuddin didaftarkan sebagai Gugus Depan pada Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Batang pada tahun 1998 dengan keadaan :
Nama Gudep               : Tholabuddin
Nama Ambalan           : Tholabuddin
Nama Adat                 : Adat Sosrowiduro
Ka. Mabigus                : Drs.H.Mubarok MR
Pembina Putra             : Nur Muzayim
Pembina Putri              : Sri Marhainingsih S.Pd
Nama Gudep diambilkan dari tokoh Syeh Tholabuddin yang keberadaannya sangat berpengaruh di desa masin Kec. Warungasem, beliau seorang tokoh ulama’ yang memiliki kesejarannya sampai ke kraton Yogyakarta .
Sedangkan nama Ambalan “SOSROWIDURO” diambilkan dari nama salah satu pusaka yang diyakini dimiliki oleh Syeh Tholabuddin .

D.    Adat Ambalan dan Logo Ambalan
Adat Sosrowidura meliputi :
1.      Tata cara dan kebiasaan yang telah dimufakatkan antara anggota besama Dewan Ambalan dibawah pengarahan Pembina gudep .
2.      Penciptaan dan penetapan Sandi Ambalan sebagai kibaran,semangat,cita-cita,visi dan misi serta watak dari penegak Tholabuddin. Sandi ini merupakan jiwa yang harus secara utuh membakar prasaan pada jati diri Penegak Tholabuddin
3.      Tata cara Upacara maupun kegiatan Ambalan yang berupa :
-          Upacara Pembukaan dan Penutupan Latihan
-          Upacara Pengukuhan dan Penegak Baru,Penegak Bantara maupun Penegak Laksana
-          Ritual Alih Golongan
-          Upacara adat di tandai dengan membuka sarung Pusaka Sosro widuro berupa keris pusaka oleh Pradana yang dilanjutkan dengan pembacaan Sandi Ambalan yang diikuti oleh kebiasaan dari peserta Upacara memegang setangan leher dengan tangan kiri diletakkan pada jantung kiri sedangkan tangan kanan memberi penghormatan
4.       Mengatur tentang kebiasaan-kebiasaan yang telah disepakati pada tahun itu bagaimana penegak Tholabuddin bersikap terhadap sesama anggota,sesama Pramuka,dengan yang lebih tua maupun dengan yang lebih muda.
5.      Masih banyak hal yang menjadi adat / kebiasaan yang telah disepakati sejak berdirinya Ambalan Tholabuddin.



E.     Logo Gudep Tholabuddin Maupun Ambalan Tholabuddin
Logo Gudep diciptakan pada tanggal 13 Agustus 1998 yang bergambar :
-          Lingkaran Berwarna Hijau
-          Bingkai melingkar berwarna Kuning emas
-          Menara Masjid menjulang tinggi
-          2 siluet Tunas Kelapa
-          Sebuah kitab kuning
-          Bintang segi lima
-          Jilatan Api berwarna merah
-          10 tumpukan balok
-          Pita bertuliskan Gudep Tholabudin

Arti Lambang :
-          Lingkaran berwarna hijau melambangkan kekeluargaan yang dibalut dengan nilai-nilai keislaman.
-          Bingkai kuning emas menggambarkan persaudaraan yang tiada putus sampai kapanpun juga
-          Menara masjid menggambarkan bahwa Gudep ini dibawah Yayasan Tholabuddin sebagai induk dari pendidikan di MA Tholabuddin
-       2 siluet Tunas Kelapa melambangkan Pramuka Penegak
-       Kitab Kuning melambangkan ciri penegak Tholabuddin yang memiliki pemahaman tentang Kitab-kitab hadits .
-       Bintang Segi Lima Melambangkan Ambalan Tholabuddin berdasarkan pada Ketuhanan Yang maha Esa.
-       Jilatan Api melambangkan semangat dan gerak penegak Tholabudin dalam mengembangkan kepribadian,cita-cita maupun ketaatan sebagai hamba Allah,sebagai anggota masyarakat Indonesia maupun sebagai penerus genarasi sebelumnya.
-       Tumpukan balok berjumlah 10 melambangkan penegak Tholabuddin selalu merealisasikan Dasa Darma Pramuka dalam setiap kehidupannya.
-       Pita bertuliskan Gudep Tholabuddin merupakan nama gudep dan Ambalan .


By. Nur Muzayim

Disampaikan pada Kegiatan PTA 

Jumat, 24 Maret 2017

AYAT – AYAT TENTANG IBADAH HAJI



      I.            AL BAQARAH 158

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

1.      Makna Ayat :
Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.

2.      Asbabun Nuzul :
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa 'Urwah bertanya kepada 'Aisyah. "Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah SWT "Innas shafa wal marwata hingga akhir ayat (S. 2: 158). Menurut pendapatku tentang ayat ini menegaskan bahwa orang yang tidak thawaf di kedua tempat itu tidak berdosa." 'Aisyah menjawab: "Sebenarnya ta'wilmu (interpretasimu) itu hai anak saudariku, tidaklah benar. Akan tetapi ayat ini (S. 2: 158) turun mengenai Kaum Anshar. Mereka yang sebelum masuk Islam mengadakan upacara keagamaan kepada Manat (tuhan mereka) yang jahat, menolak berthawaf antara Shafa dan Marwah. Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah, di zaman Jahiliyyah kami berkeberatan untuk thawaf di Shafa dan Marwah."
(Diriwayatkan oleh as-Syaikhani dan yang lainnya dari 'Urwah yang bersumber dari 'Aisyah.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa 'Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Shafa dan Marwah. Anas berkata: "Kami berpndapat bahwa thawaf antara Shafa dan Marwah adalah upacara di jaman Jahiliyyah, dan ketika Islam datang, kami tidak melakukannya lagi." Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158) yang menegaskan hukum Sa'i dalam Islam
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari 'Ashim bin Sulaiman.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa Ibnu Abbas menerangkan bahwa syaitan-syaitan di jaman Jahiliyyah berkeliaran pada malam hari antara Shafa dan Marwah. Dan di antara kedua tempat itu terletak berhala-berhala mereka. Ketika Islam datang, berkatalah kaum Muslimin kepada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah kami tidak akan berthawaf antara Shafa dan Marwah, karena upacara itu biasa kami lakukan di jaman Jahiliyyah." Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158).
(Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)


3.      Tafsir Ibnu Abas :
 إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ(sesungguhnya Shafa dan Marwah), yakni tawaf antara Shafa dan Marwah.
 مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ (adalah termasuk Syiar-syiar Allah), yakni termasuk manasik haji yang Diperintahkan Allah Ta‘ala.
 فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا (maka siapa saja yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sa‘i pada keduanya), yakni antara keduanya.
 وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا(dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan secara suka rela), yakni barangsiapa menambah tawaf yang wajib.
 فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ (maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri [kebaikan]), maksudnya Dia akan Menerimanya.
 عَلِيم(lagi Maha Mengetahui) niat kalian. Menurut pendapat yang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Bersyukur. Dia akan Mensyukuri yang sedikit, seraya Membalasnya dengan berlimpah.
4.      Kandungan Hukum Yang ada :
Yang terkandung dalam ayat ini adalah bahwa sa’i ( Lari-lari kecil ) dari bukit Shafa sampai bukit Marwa merupakan salah satu rangkaian dari haji dan umroh.
Meskipun ada perbedaan pendapat antara imam-imam mazhab mengenai hokum sa’i , ada yang menganggapnya sebagai rukun haji seperti Imam Malik dan Imam Syafi’I dan ada pula yang menganggapnya sebagai wajib haji seperti Imam Abu Hanifah, namun jelas bahwa sa’I itu harus dikerjakan dalam menunaikan ibadah haji.
Secara umum tidak ada perbedaan antara rukun dan wajibnya sa’i, tetapi kusus dalam masalah haji dibedakan antara keduannya. Rukun ialah yang harus dikerjakan atau tidak dapat diganti atau ditebus. Wajib ialah yang mesti dikerjakan tapi jika tertinggal harus diganti dengan membayar denda (dam).
Atas dasar itu yang terpenting dalam ayat diatas adalah :
a.       Setiap orang yang mengerjakan ibadah haji atau umrah diwajibkan melakukan sa’i antara sofwa dan marwa .
b.      Orang yang berbuat kebajikan atau amal ibadah lebih dari apa yang diwajibkan kepadanya (dengan mengerjakan sunah ) akan diberi pahala oleh Allah dengan berlipat ganda.

   II.            AL BAQARAH 196
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
1.      Makna Ayat :
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
2.      Asbabun Nuzul :
Mengenai turunnya ayat ini terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut: a. Seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian zafaran menghadap kepada Nabi SAW dan berkata. "Ya Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?" Maka turunlah "Wa atimmulhajja wal 'umrata lillah." Rasulullah bersabda: "Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?" Orang itu menjawab: "Saya ya Rasulullah." Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda. "Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kau kerjakan pada waktu haji."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Ka'b bin Ujrah ditanya tentang firman Allah "fafidyatum min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk" (S. 2. 196). Ia bercerita sebagai berikut: "Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan di muka saya bertebaran kutu. Ketika itu Rasulullah SAW melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah "fafidyatum min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk" khusus tentang aku dan berlaku bagi semua. Rasulullah bersabda: "Apakah kamu punya biri-biri untuk fidyah?" Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah SAW bersabda: "Berpuasalah kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin. Tiap orang setengah sha' (1 1/2 liter) makanan, dan bercukurlah kamu."
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ka'b bin 'Ujrah.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Rasulullah SAW beserta shahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang shahabat, yaitu Ka'b bin Ujrah, kepalanya penuh kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah SAW lewat di hadapannya dan melihat Ka'b bin 'Ujrah kepayahan. Maka turunlah "faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra'shihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk", lalu Rasulullah SAW bersabda: "Apakah kutu-kutu itu mengganggu?" Rasulullah menyuruh agar orang itu bercukur dan membayar fidyah. (Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka'b.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan: Ketika Rasulullah SAW dan para shahabat berhenti di Hudaibiah (dalam perjalanan umrah) datanglah Ka'b bin 'Ujrah yang di kepala dan mukanya bertebaran kutu karena banyaknya. Ia berkata: "Ya Rasulullah, kutu-kutu ini sangat menyakitkanku." Maka turunlah ayat "faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra'shihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk" (S. 2: 196).
(Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari 'Atha yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

3.      Tafsir Ibnu Abas :
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّه (dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah) dengan ikhlas agar Diterima Allah Ta‘ala. Maksudnya, menyempurnakan ibadah haji dan umrah ke Baitullah hingga tuntas.
 فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ Fa in uhshirtum (namun, jika kalian terkepung), yakni jika haji dan umrah kalian terhalang musuh atau penyakit.
 فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ (maka [sembelihlah] kurban yang mudah didapat), yakni untuk meninggalkan ihram itu kalian harus menyembelih hewan qurban biri-biri, sapi, atau unta yang gampang didapat.
 وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ (dan janganlah kalian mencukur kepala kalian) pada saat kalian terkepung.
 حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ (sebelum kurban sampai), yakni kurban yang kalian kirim.
 مَحِلَّهُ(ke tempatnya), yakni ke tempat penyembelihannya.
 فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا (jika di antara kalian ada yang sakit), sehingga tidak bisa tinggal lebih lama dalam pengepungan, lalu dia kembali ke rumahnya sebelum kurban itu sampai ke tempat penyembelihan.
 أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ(atau ada gangguan di kepalanya), yakni di kepalanya ada kutu sehingga harus mencukur rambutnya. Turunnya ayat ini berhubungan dengan Ka‘b bin ‘Ujrah yang mencukur kepalanya ketika ihram, lantaran kutu yang ada di kepalanya.
 رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَام(maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu shaum), yakni tebusannya adalah shaum selama tiga hari.
 أَوْ صَدَقَةٍ(atau bersedekah) kepada enam orang miskin warga Mekah.
 أَوْ نُسُكٍ (atau berkurban) dengan seekor kambing yang dikirim ke tempat penyembelihan.
 فَإِذَا أَمِنْتُمْ (namun, apabila kalian telah merasa aman) dari musuh dan terbebas dari penyakit, maka laksanakanlah haji atau umrah yang telah Ditetapkan Allah Ta‘ala pada tahun depan.
 فَمَنْ تَمَتَّعَ (maka bagi siapa yang ingin bersenang-senang) dengan memakai wewangian dan pakaian.
ِبِاالْعُمْرَةِ (dengan umrah), yakni sesudah mengerjakan umrah.
 إِلَى الْحَجِّ(hingga haji [di dalam bulan haji]), yakni sampai melaksanakan ihram untuk haji.
 فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ([wajiblah dia menyembelih] kurban yang mudah didapat), yakni dia wajib membayar dam tamattu‘. Dam tamattu‘ dan qiran besarnya sama, yaitu seekor sapi, kambing, atau unta.
 فَمَنْ لَمْ يَجِدْ (akan tetapi, barangsiapa tidak mendapatkan [hewan kurban atau tidak mampu]), yakni barangsiapa sama sekali tidak dapat membayar dam dengan ketiga jenis hewan tersebut.
 فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ (maka shaum tiga hari), yakni hendaklah dia mengerjakan shaum selama tiga hari berturut-turut.
 فِي الْحَجِّ(dalam masa haji), yakni dalam sepuluh hari pelaksanaan ibadah haji, dengan akhir (pelaksanaan shaum) pada hari ‘Arafah.
 وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ (dan tujuh hari lagi apabila kalian kembali) kepada keluarga kalian, baik dalam perjalanan ataupun di daerah kalian.
 تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ (itulah sepuluh [hari] yang sempurna) sebagai pengganti hadyu (hewan kurban pengganti dam Tamattu‘).
 ذَلِكَ Dzālika (hal itu), yakni dam tamattu‘.
 لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ (bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada [di sekitar] Masjidil Haram), yakni bagi orang-orang yang keluarga dan rumahnya tidak berada di tanah haram (Mekah), sebab bagi penduduk tanah haram tidak diperbolehkan menyembelih hadyu tamattu‘.
 وَاتَّقُوا اللَّهَ (dan bertakwalah kepada Allah), yakni takutlah kepada Allah Ta‘ala seandainya kalian meninggalkan segala sesuatu yang diperintahkan kepada kalian.
 وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ(dan ketahuilah bahwa Allah teramat dahsyat Siksaan-Nya) bagi orang-orang yang mengabaikan hadyu maupun shaum yang diperintahkan kepadanya.
4.      Kandungan Hukumnya :
Yang terkandung dalam ayat ini adalah :
a.       Ibadah haji adalah ibadah yang mulai diwajibkan pada tahun ke 6 Hijriah, selain itu ada juga ibadah umrah dimana keduanya wajib dilakukan sekali seumur hidup, bila dilaksanakan lebih dari sekali maka hukumnya sunah.bahkan Imam Malik bin anas berpendapat bahwa ibadah umrah setahun dua kali hukumnya makruh.
b.      Tempat mengerjakan ibadah haji dan umrah hanya di tanah suci Makah dan sekitarnya dan wajib dilaksanakan bagi yang telah mampu baik biaya,kesehatan dan keamanannya.
c.       Rukun haji terdiri dari Niat, Wukuf, tawaf, sa’i, dan tahallul sedangkan rukun umrah adalah niat, tawaf, sa’i, dan tahallul.
d.      Orang yang telah berikhram untuk haji atau umrah lalu terhalang oleh musuh sehingga haji atau umrahnya tidak dapat diselesaikan, maka diwajibkan menyediakan unta, sapi atau kambing untuk sembelih setelah sampai di Makah dan megakhiri ihramnya dengan tahallul, bila tdk menemukan hewan yg akan disembelih maka dapat diganti makanan seharga hewan itu dan dihadiahkan kepada fakir miskin, jika tidak sanggup menyediakan makanan maka diganti dengan puasa.
e.       Orang yang telah berikhram haji atau umrah,kemudian sakit atau kepalanya terdapat sejenis bisul atau lainnya dan ia menganggap lebih ringan penderitaannya bila dicukur dibolehkan bercukur tetapai harus membayar fidyah dan berpuasa 3 hari atau sedekah makanan sebanyak 3 sa’ (10,5 liter ) kepada orang miskin atau dengan seekor kambing.




III.            Al Baqarah 197
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ
1.      Makna Ayat :
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal
2.      Asbabun Nuzul :
Menurut suatu riwayat, orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakal kepada Allah. Maka turunlah "watazawwadu fa inna khairo zadi taqwa" sebagian dari (S. 2: 197)
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas.)



3.      Tafsir Ibnu Abas
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ (haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi), yakni pelaksanaan ibadah haji itu terdapat dalam bulan-bulan yang sudah diketahui. Pada bulan-bulan itu seseorang dapat melaksanakan ihram untuk berhaji, yaitu pada bulan Syawwal, Dzulqaidah, dan sepuluh hari bulan Dzulhijjah.
 فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ (siapa pun yang menetapkan padanya untuk mengerjakan haji), yakni siapa pun yang melaksanakan ihram untuk berhaji pada bulan-bulan itu.
 فَلا رَفَثَ (maka tidak boleh rafats), yakni tidak boleh berjimak.
 وَلا فُسُوقَ (dan tidak boleh berbuat fasik), yakni tidak boleh mencaci dan mencela.
 وَلا جِدَالَ (dan tidak boleh berbantah-bantahan), yakni tidak boleh bertengkar dengan temannya.
 فِي الْحَجِّ  (ketika haji), yakni dalam masa ihram haji.
 وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ (dan kebaikan apa pun yang kalian kerjakan), yakni apa pun yang kalian tinggalkan, baik rafats, perbuatan fasik, maupun berbantah-bantahan dalam keadaan ihram.
 يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا (niscaya Allah Mengetahuinya. Dan berbekallah kalian) berupa bekal harta, wahai orang-orang yang berakal! Menurut satu pendapat, hendaklah kalian membawa bekal harta sebanyak mungkin, sehingga kalian dapat menjaga diri dari meminta-minta. Jika tidak, maka bertawakallah kepada Allah Ta‘ala, wahai orang-orang yang berakal.
 فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى (karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa), yakni karena sesungguhnya tawakal merupakan sebaik-baik bekal dibandingkan bekal dunia.
 وَاتَّقُونِ(dan bertakwalah kepada-Ku), yakni takutlah kepada-Ku ketika ihram.
 يَا أُولِي الألْبَابِ(wahai orang-orang yang berakal). Ayat ini berhubungan dengan beberapa orang penduduk Yaman yang bergi haji tanpa membawa perbekalan, sehingga di tengah perjalanan menerima perlakuan zalim dari sebuah keluarga. Karenanya, Allah Ta‘ala Melarang mereka melakukan hal seperti itu.
4.      Kandungan Hukum
Kandungan ayat ini adalah :
a.       Musim haji telah ditetapkan dalam bulan-bulan yang sudah ditentukan .
b.      Bila seseorang telah berikhram haji atau umroh maka tidak diperbolehkan melakukan jima’, mencaci-maki, mencela, dan bertengkar

IV.            Al Baqarah 198
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
1.      Maknanya :
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.

2.      Asbabun Nuzul :
Menurut suatu riwayat, pada zaman Jahiliyyah terkenal pasar-pasar bernama Ukadh, Mijnah dan Dzul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu. Maka turunlah "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum" (awal ayat S. 2: 198) yang membenarkan mereka berdagang di musim haji.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Menurut riwayat lain Abi Umamah at-Taimi bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik haji. Ibnu Umar menjawab: "Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah SAW yang seketika itu juga turun "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum". Rasulullah SAW memanggil orang itu dan bersabda: "Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji."
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim dan lainnya, yang bersumber dari Abi Umamah at-Taimi.)



3.      Tafsir
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاح(tidak ada dosa bagi kalian), yakni tidak ada salahnya bagi kalian.
 أَنْ تَبْتَغُوا(untuk mencari), yakni kalian berusaha mendapatkan.
 فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ (karunia dari Rabb kalian) dengan jalan berdagang dalam keadaan ihram. Ayat ini diturunkan berkaitan dengan beberapa orang yang menyangka tidak boleh melakukan jual beli dalam keadaan ihram. Lalu Allah Ta‘ala Memberikan keringanan kepada mereka.
 فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ (apabila kalian telah bertolak dari ‘Arafah), yakni apabila kalian kembali dari ‘Arafah menuju Masy‘aril Haram.
 فَاذْكُرُوا اللَّهَ(maka berzikirlah [dengan menyebut] Allah) dengan qalbu dan lisan.
َ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ
كَمَا هَدَاكُمْ (di Masy‘aril Haram. Dan berzikirlah [dengan menyebut] Allah sebagaimana yang Ditunjukkan-Nya kepada kalian), yakni sebagaimana yang telah Dia Tunjukkan kepada kalian.
 وَإِنْ كُنْتُمْ (dan bahwasanya kalian), yakni dan sesungguhnya kalian.
 مِنْ قَبْلِهِ (sebelumnya), yakni sebelum adanya Nabi Muhammad saw., al-Quran, dan Islam.
 لَمِنَ الضَّالِّينَ (benar-benar termasuk orang-orang yang sesat), yakni orang-orang kafir.
4.      Kandungan Hukum
Pada musim haji seseorang seseorang tidak dilarang berusaha seperti berdagang dll, asal jangan mengganggu tujuan yang utama yaitu mengerjakan haji dengan sempurna .


   V.            Al Baqarah 199
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
1.      Artinya :
Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
2.      Asbabun Nuzul :
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang Arab wuquf di 'Arafah, sedang orang-orang Quraisy wuquf di lembahnya (Muzdalifah), Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2:199) yang mengharuskan wuquf di 'Arafah.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Menurut riwayat lain, orang-orang Quraisy wuquf di dataran rendah Muzdalifah, dan selain orang Quraisy, wuquf di dataran tinggi 'Arafah kecuali Syaibah bin Rabi'ah. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (S. 2:199) yang mewajibkan wuquf di 'Arafah.
(Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Asma binti Abi Bakar.)
3.      Tafsir        :
 ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ (kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang [‘Arafah]), yakni berangkatlah kalian dari tempat penduduk Yaman berangkat.
 وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ(dan mohon ampunlah kepada Allah) atas dosa-dosa kalian.
 إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ(sesungguhnya Allah Maha Pengampun) kepada orang-orang yang bertobat.
 رَحِيم(lagi Maha Penyayang) kepada orang-orang yang wafat dalam keadaan bertobat. Ayat ini diturunkan berhubungan dengan sekelompok orang yang disebut al-Hamisiyyūn. Mereka enggan keluar dari Mekah menuju ‘Arafah untuk menunaikan haji. Allah Ta‘ala Melarang mereka melakukan perbuatan tersebut, seraya memerintahkannya agar berangkat ke ‘Arafah lalu kembali dari sana.
4.      Kandungan Hukum :
Dalam melaksanakan ibadah haji tidak perbedaan atas siapapun baik keterunannya, bangsanya maupun warna kulitnya,baik keturunan quraisy maupun maupun keturunan lainnya.
Semuanya melakukan wukuf di arafah bersama - sama .

BAB III KONDISI UMUM

BAB III KONDISI UMUM KUA KECAMATAN WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A.     Kondisi Objektif KUA Kecamatan Warungasem KUA K ec. War...