I.
AL BAQARAH 158
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ
بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
1.
Makna Ayat :
Sesungguhnya
Safa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barang siapa yang
beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sai antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu
kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
kebaikan lagi Maha Mengetahui.
2. Asbabun Nuzul :
Dalam
suatu riwayat dikemukakan bahwa 'Urwah bertanya kepada 'Aisyah. "Bagaimana
pendapatmu tentang firman Allah SWT "Innas shafa wal marwata hingga akhir
ayat (S. 2: 158). Menurut pendapatku tentang ayat ini menegaskan bahwa orang
yang tidak thawaf di kedua tempat itu tidak berdosa." 'Aisyah menjawab:
"Sebenarnya ta'wilmu (interpretasimu) itu hai anak saudariku, tidaklah
benar. Akan tetapi ayat ini (S. 2: 158) turun mengenai Kaum Anshar. Mereka yang
sebelum masuk Islam mengadakan upacara keagamaan kepada Manat (tuhan mereka)
yang jahat, menolak berthawaf antara Shafa dan Marwah. Mereka bertanya kepada
Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah, di zaman Jahiliyyah kami berkeberatan
untuk thawaf di Shafa dan Marwah."
(Diriwayatkan
oleh as-Syaikhani dan yang lainnya dari 'Urwah yang bersumber dari 'Aisyah.)
Dalam
riwayat lainnya dikemukakan bahwa 'Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas
tentang Shafa dan Marwah. Anas berkata: "Kami berpndapat bahwa thawaf
antara Shafa dan Marwah adalah upacara di jaman Jahiliyyah, dan ketika Islam
datang, kami tidak melakukannya lagi." Maka turunlah ayat tersebut di atas
(S. 2: 158) yang menegaskan hukum Sa'i dalam Islam
(Diriwayatkan
oleh al-Bukhari yang bersumber dari 'Ashim bin Sulaiman.)
Dalam
riwayat lainnya dikemukakan bahwa Ibnu Abbas menerangkan bahwa syaitan-syaitan
di jaman Jahiliyyah berkeliaran pada malam hari antara Shafa dan Marwah. Dan di
antara kedua tempat itu terletak berhala-berhala mereka. Ketika Islam datang,
berkatalah kaum Muslimin kepada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah kami tidak
akan berthawaf antara Shafa dan Marwah, karena upacara itu biasa kami lakukan
di jaman Jahiliyyah." Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 158).
(Diriwayatkan
oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
3. Tafsir Ibnu Abas :
إِنَّ الصَّفَا
وَالْمَرْوَةَ(sesungguhnya Shafa dan Marwah), yakni tawaf
antara Shafa dan Marwah.
مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ (adalah
termasuk Syiar-syiar Allah), yakni termasuk manasik haji yang Diperintahkan
Allah Ta‘ala.
فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا
جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا (maka siapa saja yang beribadah haji ke
Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sa‘i pada
keduanya), yakni antara keduanya.
وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا(dan barang siapa yang mengerjakan suatu
kebajikan secara suka rela), yakni barangsiapa menambah tawaf yang wajib.
فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ (maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri [kebaikan]), maksudnya
Dia akan Menerimanya.
عَلِيم(lagi
Maha Mengetahui) niat kalian. Menurut pendapat yang lain, maka sesungguhnya
Allah Maha Bersyukur. Dia akan Mensyukuri yang sedikit, seraya Membalasnya
dengan berlimpah.
4. Kandungan Hukum Yang ada :
Yang
terkandung dalam ayat ini adalah bahwa sa’i ( Lari-lari kecil ) dari bukit
Shafa sampai bukit Marwa merupakan salah satu rangkaian dari haji dan umroh.
Meskipun
ada perbedaan pendapat antara imam-imam mazhab mengenai hokum sa’i , ada yang
menganggapnya sebagai rukun haji seperti Imam Malik dan Imam Syafi’I dan ada
pula yang menganggapnya sebagai wajib haji seperti Imam Abu Hanifah, namun
jelas bahwa sa’I itu harus dikerjakan dalam menunaikan ibadah haji.
Secara
umum tidak ada perbedaan antara rukun dan wajibnya sa’i, tetapi kusus dalam
masalah haji dibedakan antara keduannya. Rukun ialah yang harus dikerjakan atau
tidak dapat diganti atau ditebus. Wajib ialah yang mesti dikerjakan tapi jika
tertinggal harus diganti dengan membayar denda (dam).
Atas
dasar itu yang terpenting dalam ayat diatas adalah :
a.
Setiap orang yang mengerjakan ibadah haji atau umrah diwajibkan
melakukan sa’i antara sofwa dan marwa .
b.
Orang yang berbuat kebajikan atau amal ibadah lebih dari apa yang
diwajibkan kepadanya (dengan mengerjakan sunah ) akan diberi pahala oleh Allah
dengan berlipat ganda.
II.
AL BAQARAH 196
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ
أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ
حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ
أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا
أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ
الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ
وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ
أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
1.
Makna Ayat :
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan
`umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena
sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur
kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di
antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka
wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.
Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah
sebelum haji (di dalam bulan haji), wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu), maka
wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu
telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu
(kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di
sekitar) Masjidilharam (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
2. Asbabun Nuzul :
Mengenai turunnya ayat ini terdapat
beberapa peristiwa sebagai berikut: a. Seorang laki-laki berjubah yang semerbak
dengan wewangian zafaran menghadap kepada Nabi SAW dan berkata. "Ya
Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?" Maka
turunlah "Wa atimmulhajja wal 'umrata lillah." Rasulullah bersabda:
"Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?" Orang itu
menjawab: "Saya ya Rasulullah." Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda.
"Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna,
kemudian kerjakan apa yang biasa kau kerjakan pada waktu haji."
(Diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan
bahwa Ka'b bin Ujrah ditanya tentang firman Allah "fafidyatum min shiyamin
aw shadaqatin aw nusuk" (S. 2. 196). Ia bercerita sebagai berikut:
"Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut
dan di muka saya bertebaran kutu. Ketika itu Rasulullah SAW melihat aku
kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah "fafidyatum min
shiyamin aw shadaqatin aw nusuk" khusus tentang aku dan berlaku bagi
semua. Rasulullah bersabda: "Apakah kamu punya biri-biri untuk
fidyah?" Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah SAW
bersabda: "Berpuasalah kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang
miskin. Tiap orang setengah sha' (1 1/2 liter) makanan, dan bercukurlah
kamu."
(Diriwayatkan
oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ka'b bin 'Ujrah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Rasulullah SAW beserta shahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang shahabat, yaitu Ka'b bin Ujrah, kepalanya penuh kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah SAW lewat di hadapannya dan melihat Ka'b bin 'Ujrah kepayahan. Maka turunlah "faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra'shihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk", lalu Rasulullah SAW bersabda: "Apakah kutu-kutu itu mengganggu?" Rasulullah menyuruh agar orang itu bercukur dan membayar fidyah. (Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka'b.)
Dalam riwayat lainnya dikemukakan:
Ketika Rasulullah SAW dan para shahabat berhenti di Hudaibiah (dalam perjalanan
umrah) datanglah Ka'b bin 'Ujrah yang di kepala dan mukanya bertebaran kutu
karena banyaknya. Ia berkata: "Ya Rasulullah, kutu-kutu ini sangat
menyakitkanku." Maka turunlah ayat "faman kana minkum maridlan aw
bihi adzan mirra'shihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk" (S.
2: 196).
(Diriwayatkan oleh
al-Wahidi dari 'Atha yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
3.
Tafsir Ibnu Abas :
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّه (dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena
Allah) dengan ikhlas agar Diterima Allah Ta‘ala. Maksudnya, menyempurnakan
ibadah haji dan umrah ke Baitullah hingga tuntas.
فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ Fa in
uhshirtum (namun, jika kalian terkepung), yakni jika haji dan umrah kalian
terhalang musuh atau penyakit.
فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ (maka [sembelihlah] kurban yang mudah didapat),
yakni untuk meninggalkan ihram itu kalian harus menyembelih hewan qurban
biri-biri, sapi, atau unta yang gampang didapat.
وَلا تَحْلِقُوا
رُءُوسَكُمْ (dan janganlah kalian mencukur
kepala kalian) pada saat kalian terkepung.
حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ (sebelum kurban sampai), yakni kurban yang kalian kirim.
مَحِلَّهُ(ke tempatnya), yakni ke tempat penyembelihannya.
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ
مَرِيضًا (jika di antara kalian ada
yang sakit), sehingga tidak bisa tinggal lebih lama dalam pengepungan, lalu dia
kembali ke rumahnya sebelum kurban itu sampai ke tempat penyembelihan.
أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ(atau ada gangguan di kepalanya), yakni di
kepalanya ada kutu sehingga harus mencukur rambutnya. Turunnya ayat ini
berhubungan dengan Ka‘b bin ‘Ujrah yang mencukur kepalanya ketika ihram,
lantaran kutu yang ada di kepalanya.
رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ
صِيَام(maka wajiblah atasnya
berfidyah, yaitu shaum), yakni tebusannya adalah shaum selama tiga hari.
أَوْ صَدَقَةٍ(atau bersedekah) kepada enam orang miskin warga Mekah.
أَوْ نُسُكٍ (atau berkurban) dengan seekor kambing yang
dikirim ke tempat penyembelihan.
فَإِذَا أَمِنْتُمْ (namun, apabila kalian telah merasa aman) dari musuh dan
terbebas dari penyakit, maka laksanakanlah haji atau umrah yang telah
Ditetapkan Allah Ta‘ala pada tahun depan.
فَمَنْ تَمَتَّعَ (maka bagi siapa yang ingin bersenang-senang)
dengan memakai wewangian dan pakaian.
ِبِاالْعُمْرَةِ (dengan
umrah), yakni sesudah mengerjakan umrah.
إِلَى الْحَجِّ(hingga haji [di dalam bulan haji]), yakni sampai melaksanakan
ihram untuk haji.
فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ([wajiblah dia menyembelih] kurban yang mudah
didapat), yakni dia wajib membayar dam tamattu‘. Dam tamattu‘ dan qiran
besarnya sama, yaitu seekor sapi, kambing, atau unta.
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ (akan tetapi, barangsiapa tidak mendapatkan [hewan kurban atau tidak
mampu]), yakni barangsiapa sama sekali tidak dapat membayar dam dengan ketiga
jenis hewan tersebut.
فَصِيَامُ ثَلاثَةِ
أَيَّامٍ (maka shaum tiga hari), yakni
hendaklah dia mengerjakan shaum selama tiga hari berturut-turut.
فِي الْحَجِّ(dalam masa haji), yakni dalam sepuluh hari
pelaksanaan ibadah haji, dengan akhir (pelaksanaan shaum) pada hari ‘Arafah.
وَسَبْعَةٍ إِذَا
رَجَعْتُمْ (dan tujuh hari lagi apabila
kalian kembali) kepada keluarga kalian, baik dalam perjalanan ataupun di daerah
kalian.
تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ (itulah sepuluh [hari] yang sempurna) sebagai
pengganti hadyu (hewan kurban pengganti dam Tamattu‘).
ذَلِكَ Dzālika (hal itu), yakni dam tamattu‘.
لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ (bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada [di sekitar]
Masjidil Haram), yakni bagi orang-orang yang keluarga dan rumahnya tidak berada
di tanah haram (Mekah), sebab bagi penduduk tanah haram tidak diperbolehkan
menyembelih hadyu tamattu‘.
وَاتَّقُوا اللَّهَ (dan bertakwalah kepada Allah), yakni takutlah
kepada Allah Ta‘ala seandainya kalian meninggalkan segala sesuatu yang
diperintahkan kepada kalian.
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ(dan ketahuilah bahwa Allah
teramat dahsyat Siksaan-Nya) bagi orang-orang yang mengabaikan hadyu maupun
shaum yang diperintahkan kepadanya.
4.
Kandungan Hukumnya :
Yang
terkandung dalam ayat ini adalah :
a. Ibadah haji adalah ibadah yang mulai diwajibkan pada tahun ke 6
Hijriah, selain itu ada juga ibadah umrah dimana keduanya wajib dilakukan
sekali seumur hidup, bila dilaksanakan lebih dari sekali maka hukumnya
sunah.bahkan Imam Malik bin anas berpendapat bahwa ibadah umrah setahun dua
kali hukumnya makruh.
b. Tempat mengerjakan ibadah haji dan umrah hanya di tanah suci Makah dan
sekitarnya dan wajib dilaksanakan bagi yang telah mampu baik biaya,kesehatan
dan keamanannya.
c. Rukun haji terdiri dari Niat, Wukuf, tawaf, sa’i, dan tahallul
sedangkan rukun umrah adalah niat, tawaf, sa’i, dan tahallul.
d. Orang yang telah berikhram untuk haji atau umrah lalu terhalang oleh
musuh sehingga haji atau umrahnya tidak dapat diselesaikan, maka diwajibkan
menyediakan unta, sapi atau kambing untuk sembelih setelah sampai di Makah dan
megakhiri ihramnya dengan tahallul, bila tdk menemukan hewan yg akan disembelih
maka dapat diganti makanan seharga hewan itu dan dihadiahkan kepada fakir
miskin, jika tidak sanggup menyediakan makanan maka diganti dengan puasa.
e. Orang yang telah berikhram haji atau umrah,kemudian sakit atau
kepalanya terdapat sejenis bisul atau lainnya dan ia menganggap lebih ringan
penderitaannya bila dicukur dibolehkan bercukur tetapai harus membayar fidyah
dan berpuasa 3 hari atau sedekah makanan sebanyak 3 sa’ (10,5 liter ) kepada
orang miskin atau dengan seekor kambing.
III.
Al Baqarah 197
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ
فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا
تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الألْبَابِ
1.
Makna Ayat :
(Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik
dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal
2.
Asbabun Nuzul :
Menurut suatu riwayat, orang-orang
Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakal
kepada Allah. Maka turunlah "watazawwadu fa inna khairo zadi taqwa"
sebagian dari (S. 2: 197)
(Diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan lain-lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
3.
Tafsir Ibnu Abas
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ (haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi), yakni pelaksanaan ibadah haji itu terdapat dalam bulan-bulan yang
sudah diketahui. Pada bulan-bulan itu seseorang dapat melaksanakan ihram untuk
berhaji, yaitu pada bulan Syawwal, Dzulqaidah, dan sepuluh hari bulan
Dzulhijjah.
فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ (siapa
pun yang menetapkan padanya untuk mengerjakan haji), yakni siapa pun yang
melaksanakan ihram untuk berhaji pada bulan-bulan itu.
فَلا رَفَثَ (maka tidak boleh rafats), yakni
tidak boleh berjimak.
وَلا فُسُوقَ (dan tidak boleh berbuat fasik), yakni tidak boleh mencaci dan
mencela.
وَلا جِدَالَ (dan tidak boleh
berbantah-bantahan), yakni tidak boleh bertengkar dengan temannya.
فِي الْحَجِّ (ketika haji), yakni dalam masa ihram haji.
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ (dan
kebaikan apa pun yang kalian kerjakan), yakni apa pun yang kalian tinggalkan,
baik rafats, perbuatan fasik, maupun berbantah-bantahan dalam keadaan ihram.
يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا (niscaya Allah
Mengetahuinya. Dan berbekallah kalian) berupa bekal harta, wahai orang-orang
yang berakal! Menurut satu pendapat, hendaklah kalian membawa bekal harta
sebanyak mungkin, sehingga kalian dapat menjaga diri dari meminta-minta. Jika
tidak, maka bertawakallah kepada Allah Ta‘ala, wahai orang-orang yang berakal.
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى (karena
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa), yakni karena sesungguhnya tawakal
merupakan sebaik-baik bekal dibandingkan bekal dunia.
وَاتَّقُونِ(dan bertakwalah kepada-Ku), yakni takutlah kepada-Ku ketika
ihram.
يَا أُولِي الألْبَابِ(wahai orang-orang yang berakal). Ayat ini berhubungan dengan
beberapa orang penduduk Yaman yang bergi haji tanpa membawa perbekalan,
sehingga di tengah perjalanan menerima perlakuan zalim dari sebuah keluarga.
Karenanya, Allah Ta‘ala Melarang mereka melakukan hal seperti itu.
4.
Kandungan Hukum
Kandungan ayat ini adalah
:
a.
Musim haji telah ditetapkan dalam bulan-bulan
yang sudah ditentukan .
b.
Bila seseorang telah berikhram haji atau umroh
maka tidak diperbolehkan melakukan jima’, mencaci-maki, mencela, dan bertengkar
IV.
Al Baqarah 198
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا
مِنْ رَبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ
الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ
قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
1.
Maknanya :
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari
karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah
bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan
berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu;
dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
2. Asbabun Nuzul :
Menurut suatu riwayat, pada zaman
Jahiliyyah terkenal pasar-pasar bernama Ukadh, Mijnah dan Dzul-Majaz. Kaum
Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu. Maka turunlah "Laisa
'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum" (awal ayat S. 2: 198)
yang membenarkan mereka berdagang di musim haji.
(Diriwayatkan oleh
al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Menurut riwayat lain Abi Umamah
at-Taimi bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik
haji. Ibnu Umar menjawab: "Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu
kepada Rasulullah SAW yang seketika itu juga turun "Laisa 'alaikum junahun
an tabtaghu fadl-lan min rabbikum". Rasulullah SAW memanggil orang itu dan
bersabda: "Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji."
(Diriwayatkan oleh
Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim dan lainnya, yang bersumber dari
Abi Umamah at-Taimi.)
3. Tafsir
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاح(tidak ada dosa bagi kalian), yakni tidak ada
salahnya bagi kalian.
أَنْ تَبْتَغُوا(untuk mencari), yakni kalian berusaha mendapatkan.
فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ (karunia dari Rabb kalian) dengan jalan
berdagang dalam keadaan ihram. Ayat ini diturunkan berkaitan dengan beberapa
orang yang menyangka tidak boleh melakukan jual beli dalam keadaan ihram. Lalu
Allah Ta‘ala Memberikan keringanan kepada mereka.
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ
عَرَفَاتٍ (apabila kalian telah bertolak dari ‘Arafah), yakni apabila
kalian kembali dari ‘Arafah menuju Masy‘aril Haram.
فَاذْكُرُوا اللَّهَ(maka
berzikirlah [dengan menyebut] Allah) dengan qalbu dan lisan.
َ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ
وَاذْكُرُوهُ
كَمَا هَدَاكُمْ (di
Masy‘aril Haram. Dan berzikirlah [dengan menyebut] Allah sebagaimana yang
Ditunjukkan-Nya kepada kalian), yakni sebagaimana yang telah Dia Tunjukkan
kepada kalian.
وَإِنْ كُنْتُمْ (dan bahwasanya kalian), yakni dan
sesungguhnya kalian.
مِنْ قَبْلِهِ (sebelumnya), yakni sebelum adanya Nabi
Muhammad saw., al-Quran, dan Islam.
لَمِنَ الضَّالِّينَ (benar-benar termasuk orang-orang yang
sesat), yakni orang-orang kafir.
4. Kandungan Hukum
Pada musim haji
seseorang seseorang tidak dilarang berusaha seperti berdagang dll, asal jangan
mengganggu tujuan yang utama yaitu mengerjakan haji dengan sempurna .
V.
Al Baqarah 199
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ
حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
1.
Artinya :
Kemudian
bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan
mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
2.
Asbabun Nuzul :
Dalam
suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang Arab wuquf di 'Arafah, sedang
orang-orang Quraisy wuquf di lembahnya (Muzdalifah), Maka turunlah ayat
tersebut di atas (S. 2:199) yang mengharuskan wuquf di 'Arafah.
(Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Menurut riwayat lain, orang-orang Quraisy wuquf di dataran rendah Muzdalifah, dan selain orang Quraisy, wuquf di dataran tinggi 'Arafah kecuali Syaibah bin Rabi'ah. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (S. 2:199) yang mewajibkan wuquf di 'Arafah.
(Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Asma binti Abi Bakar.)
Menurut riwayat lain, orang-orang Quraisy wuquf di dataran rendah Muzdalifah, dan selain orang Quraisy, wuquf di dataran tinggi 'Arafah kecuali Syaibah bin Rabi'ah. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (S. 2:199) yang mewajibkan wuquf di 'Arafah.
(Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Asma binti Abi Bakar.)
3.
Tafsir :
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ
حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ (kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang
[‘Arafah]), yakni berangkatlah kalian dari tempat penduduk Yaman berangkat.
وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ(dan mohon ampunlah
kepada Allah) atas dosa-dosa kalian.
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ(sesungguhnya Allah
Maha Pengampun) kepada orang-orang yang bertobat.
رَحِيم(lagi Maha
Penyayang) kepada orang-orang yang wafat dalam keadaan bertobat. Ayat ini
diturunkan berhubungan dengan sekelompok orang yang disebut al-Hamisiyyūn.
Mereka enggan keluar dari Mekah menuju ‘Arafah untuk menunaikan haji. Allah
Ta‘ala Melarang mereka melakukan perbuatan tersebut, seraya memerintahkannya
agar berangkat ke ‘Arafah lalu kembali dari sana.
4.
Kandungan Hukum :
Dalam
melaksanakan ibadah haji tidak perbedaan atas siapapun baik keterunannya,
bangsanya maupun warna kulitnya,baik keturunan quraisy maupun maupun keturunan
lainnya.
Semuanya
melakukan wukuf di arafah bersama - sama .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar