Rabu, 22 Maret 2017

MAKALAH MENGIDENTIFIKASI HADIST MUTAWATIR DAN HADIST AHAD

I.               PENDAHULUAN
Di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam yang utama adalah Alquran dan Al-Sunnah; sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk memahami Alquran dan Al-Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah Swt. yang penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
Hadits  telah digunakan sebagai dasar dalam pengambilan hukum atau juga sebagai dasar orang islam untuk membuktikan kebenaran yang diridloi oleh Allah SWT. Dan digunakan secara luas dalam studi keislaman untuk merujuk kepada suri tauladan atau teladan  dan otoritas beliau Nabi Muhammad SAW atau sebagai sumber  ajaran islam yang  kedua setelah al-Qur’an.
Berdasarkan jumlah perowinya dikenal ada istilah hadist mutawatir dan hadist ahad. Secara jelas akan dibahas pada makalah ini .

II.            HADIST MUTAWATIR
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa'il dari at-tawatur yang artinya berurutan. Sedangkan mutawatir menurut istilah adalah "apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir sanad". Atau : "hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti pendengarannya dan semacamnya".
Syarat hadist mutawatir meliputi, yaitu :
1.      Diriwayatkan oleh jumlah yang banyak.
2.      Jumlah yang banyak ini berada pada semua tingkatan (thabaqat) sanad.
3.      Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol/bersepakat untuk dusta.
4.      Sandaran hadits mereka dengan menggunakan indera seperti perkataan mereka : “kami telah mendengar”, “kami telah melihat”, “kami telah menyentuh”, atau yang seperti itu.
5.      Adapun jika sandaran mereka dengan menggunakan akal, maka tidak dapat dikatakan sebagai hadits mutawatir.
Ketentuan tentang jumlah rowi yang menyusun hadist ini tidak muhaditsin (ahli hadist) masih terjadi perbeda pendapat diantaranya adalah :
1.      Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak disyaratkan jumlah tertentu dalam mutawatir. Yang pasti harus ada sejumlah bilangan yang dapat meyakinkan kebenaran nash dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam.
2.      Diantara mereka ada yang mensyaratkan dengan jumlah tertentu dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut.
3.      Ada yang berpendapat bahwa Jumlahnya empat orang berdasarkan pada kesaksian perbuatan zina.
4.      Ada pendapat lain mengatakan bahwa Jumlahnya lima orang berdasarkan pada masalah li'an.
5.      Perpendapat yang mengatakan jumlahnya 12orang seperti jumlah pemimpin dalam firman Allah (yang artinya) : "Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12orang pemimpin" (QS. Al-Maidah ayat
6.      Ada berpendapat selain itu berdasarkan kesaksian khusus pada hal-hal tertentu, namun tidak ada bukti yang menunjukkan adanya syarat dalam jumlah ini dalam kemutawatiran hadits.
Hadits mutawatir terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Mutawatir Lafdhy
Hadist yang apabila lafadh dan maknannya mutawatir.
Misalnya hadits (yang artinya) : "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku (Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam) maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka". Hadits ini telah diriwayatkan lebih dari 70 orang shahabat, dan diantara mereka termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga.
2.      Mutawatir Ma'nawy
Hadist yang maknannya mutawatir sedangkan lafadhnya tidak.
Misalnya, hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini telah diriwayatkan dari Nabi sekitar 100 macam hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo'a. Dan setiap hadits tersebut berbeda kasusnya dari hadits yang lain. Sedangkan setiap kasus belum mencapai derajat mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya beberapa jalan dan persamaan antara hadits-hadits tersebut, yaitu tentang mengangkat tangan ketika berdo'a.
Sebagian di antara mereka mengira bahwa hadits mutawatir tidak ada wujudnya sama sekali.
Hadits mutawatir jumlahnya cukup banyak di antara hadits-hadits yang ada. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hadits ahad, maka jumlahnya sangat sedikit.
 Contoh hadist mutawatir yang lain diantaranya  :
Ø  Hadits mengusap dua khuff
Ø  Hadits mengangkat tangan dalam shalat
Ø  Hadits yang berbunyi : "Allah merasa senang kepada seseorang yang mendengar 
ucapanku....."
Ø  Hadits yang berbunyi : "Al-Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf",
Ø  Hadits yang berbunyi : "Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun untuknya rumah di surga"
Ø  Hadits yang berbunyi : "Setiap yang memabukkan adalah haram",
Ø  Hadits tentang melihat Allah di akhirat"
Ø  Hadits tentang larangan menjadikan kuburan sebagai masjid
Hadits mutawatir memiliki klasifikasi daruri, yaitu kekuatan hukum yang kuat, Dan harus diterima dengan bulat karena datangnya melalui proses qath’i (pasti), seakan-akan seseorang mendengar langsung dari Nabi Muhammad Saw.
Sedangkan meneliti kembali para rawi-rawi hadits mutawatir tentang keadilan dan daya hafalnya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua hadits mutawatir. Seperti pengetahuan kita akan adanya kota London, Makkah, Madinah, Jakarta, New York, dan lainnya; tanpa membutuhkan penelitian dan pengkajian. Sedangkan mengingkari hadits mutawatir dianggap kufur.


III.         HADIST AHAD
Secara etimologis, Kata ahad berarti “satu”. Khabar al-Wāhid maksudnya hadist yang diriwayatkan oleh satu orang.sedangkan secara istilah , hadist ahad adalah hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang terdapat pada Hadis Mutawatir ataupun Hadis Masyhur.
Menurut Jumhur Ulama Hadis, Hadis Ahad terbagi kepada tiga jenis, yaitu:
1.      Hadist Masyhur
Adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, pada setiap  tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada tingkat Mutawatir.
Hukum Hadis Masyhur tidak ada hubungannnya dengan shahih atau tidaknya suatu hadis, karena di antara Hadis Masyhur terdapat hadis yang mempunyai status Shahih, Hasan atau Dha’if dan bahkan ada yang Maudhu’. Akan tetapi, apabila suatu hadis masyhur tersebut berstatus shahih, maka hadis masyhur tersebut hukumnya lebih kuat daripada Hadis ‘Aziz dan Gharib.
2.      Hadis ‘Aziz
Hadis ’Aziz adalah Hadis yang perawinya tidak boleh kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanad-nya, namun boleh lebih dari dua orang, seperti tiga, empat atau lebih, dengan syarat bahwa salah satu tingkatan sanad harus ada yang perawinya terdiri atas dua orang.
3.      Hadis Gharib
Adalah hadis yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya.
Maksudnya bahwa setiap hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi, baik pada setiap tingkatan sanad atau pada sebagian tingkatan sanad dan bahkan mungin hanya pada satu tingkatan sanad, maka hadis tersebut dinamakan Hadis Gharib.
Hadis Gharib terbagi dua, yaitu: Gharib Muthlaq dan Gharib Nisbi
a.       Gharib Muthlaq
Hadis yang menyendiri seorang perawi dalam periwayatannya pada ashal sanad
b.      Gharib Nisbi
Adalah hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari seorang perawi pada asal sanad (perawi pada tingkat sahabat), namun dipertengahan sanadnya terdapat tingkat yang perawinya hanya sendiri (satu orang ).
Berdasarkan tingkatannya, hadist ahad dibagi menjadi tiga , yaitu :
1.      Hadis Sahih
Hadis sahih adalah hadis yang susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-Quran), hadis mutawatir, atau ijmak serta para rawinya adil dan dabit
2.      Hadis Hasan
Hadis hasan dalam adalah hadis yang sannadnya baik menurut, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan hadisnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat.
3.      Hadis Daif
Hadis daif adalah hadist yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis sahih, dan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadis hasan.
Pada hadis daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.

IV.         KESIMPULAN
1.      Hadist Mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir sanad.
2.     Hadist ahad adalah hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang 
 terdapat pada Hadis Mutawatir ataupun Hadis Masyhur.


DAFTAR PUSTAKA

Al- Khathib, ‘Ajjaj M. Ushul al-Hadits. Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H/1989 M.al- Thahhan, Mahmud. Taisir Musthalah al- Hadits. Beirut: Dār al-Qur’an al-Karim, 1399 H/1979 M.Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1997.
M. ‘Ajjaj al- Khathib, Ushul al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H/1989 M),
Al-Thahhan, Taisir Musthalah al- Hadits.
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1997),

Al- Thahhan, Taisir  Musthalah al- Hadits

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB III KONDISI UMUM

BAB III KONDISI UMUM KUA KECAMATAN WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A.     Kondisi Objektif KUA Kecamatan Warungasem KUA K ec. War...