Kamis, 23 Maret 2017

MAKALAH KARAKTERISTIK ISLAM DAN POKOK – POKOK AJARANNYA

BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama kepunyaan Allah yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul sejak nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW sebagai panduan hidup manusia di dunia hingga di akherat.Pernyataan Allah sendiri yang menyebutkan bahwa agama kepunyan-Nya adalah islam sebagaimana dalam Al Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 19, yang berbunyi :
ان الدين عند الله الاسلام
 artinya, ” Sesungguhnya agama di sisi Alloh (adalah) al-islam…”. (Q.S. Ali Imron ayat 19)
Sebagai muslim kita tentu ingin menjadi muslim yg sejati. Untuk itu seorang muslim harus menjalankan ajaran Islam secara kaffah bukan hanya mementingkan satu aspek dari ajaran Islam lalu mengabaikan aspek yg lainnya. Oleh karena itu pemahaman kita terhadap ajaran Islam secara syamil dan kamil menjadi satu keharusan. Disinilah letak pentingnya kita memahami karakteristik atau ciri-ciri khas ajaran Islam dengan baik.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN AGAMA ISLAM
Ada dua sisi yang dapat kita gunakan untuk memahami pengertian agama Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dari segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.
Senada dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan bahwa Islam berasal dari bahasa Arab, di ambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa dan berarti
pula menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Kata aslama itulah yang menjadi kata Islam yang mengandung arti segala arti yang terkandung dalam arti pokoknya. Oleh sebab itu, orang yang berserah diri, patuh, dan taat disebut sebagai orang Muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah SWT. Orang tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya di dunia dan akhirat.
Dari pengertian kebahasaan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian Islam demikian itu, menurut Maulana Muhammad Ali dapat dihami dari firman Allah yang terdapat pada ayat 208 surat AI-Baqarah yang berbunyi :
ئائهاالدئن امنواادخلوافئ السلم كل فة ولا تتبعواخطوت الشئطن
 انه لكم عدومنئن
artinya, Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. ( Q.S. Al-Baqarah.208 )
Dari uraian di atas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Tuhan dalam upaya mencari keselamatan dan keba­hagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Hal demikian dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak clalam kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada Tuhan.
Dengan demikian, perkataan Islam sudah meng­gambarkan kodrat manusia sebagai makhluk yang tunduk dan patuh kepada "I'uhan”. Keadaan ini membawa pada timbulnya pemahaman terhadap orang yang tidak patuh dan tunduk sebagai wujud dari penolakan terhadap fitrah dirinya sendiri. Demikianlah pengertian Islam dari segi kebahasaan sepanjang yang dapat kita pahami dari berbagai sumber yang dikemukakan para ahli.
Adapun pengertian Islam dari segi istilah akan kita dapati rumusan yang berbeda-beda. Harun Nasution misalnya mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam ada­lah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh nabi Allah, sebagaimana tersebut pada beberapa ayat kitab suci Al-quran, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya kepada undang-undang Allah, yang kita saksikan pada alam semesta.
Berdasarkan pada keterangan tersebut, maka kata Islam menurut istilah adalah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah Swt. bukan berasal dari manusia, dan bukan pula berasal dari Nabi Muhammad Saw. Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai yang ditugasi oleh Allah untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama Islam, nabi terlibat dalam memberi keterangan, penjelasan, uraian, dan contoh praktiknya. Namun keterlibatan ini masih dalam batas-batas yang dibolehkan Tuhan.
Dengan demikian, secara istilah Islam adalah nama bagi suatu agama yang berasal dari Allah SWT. Nama Islam demikian itu memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari golongan manusia atau dari suatu negeri. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Tuhan sendiri sebagaimana firman Allah :
ان الدين عند الله الاسلام
Artinya :
Sesungguhnya agama yang di ridhoi Allah di sisinya adalah agama islam” (QS. Ali Imron : 19)
Demikian dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat Alquran yang diturunkan oleh Allah Swt. Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam adalah agama sepan­jang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah SWT. pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia. Islam itulah agama bagi Adam as, Nabi Ibrahim, Nabi Ya'kub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa as. Hal demikian dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat di dalam Alquran yang menegaskan bahwa para nabi tersebut termasuk orang yang berserah diri kepada Allah.



B.     KARAKTERISTIK AGAMA ISLAM
Selama ini kita sudah mengenal Islam, tetapi Islam dalam kondisi yang bagaimanakah yang kita kenal itu, tampaknya masih merupakan suatu persoalan yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Misalnya mengenal Islam dalam kondisi yang ditampilkan Iqbal dengan nuansa filosofis dan sufistiknya, Islam yang ditampilkan Fazlur Rahman bernuansa historis dan filosofis. Demikian juga, Islam yang ditampilkan pemikir-pemikir dari Iran seperti Ali Syari'ati, Sayyed Hussein Nasr, Murthada Muthahhari. Para pemikir Islam dari Iran ini terkesan banyak menguasai pemikiran filsafat modern serta ilmu-ilmu sosial yang berasal dari Barat. Mereka telah menunjukkan sisi kelemahan dari berbagai pemikiran filsafat modern dan ilmu sosial dari Barat, melalui kritiknya yang akurat serta solusi yang ditawarkannya dari Islam yang dibangun dari pendekatan filosofis sufstik.
Selanjutnya, di Indonesia kita mengenal pemikiran Islam dari Harun Nasution yang banyak menggunakan pendekatan filosofis dan historis se­bagai acuannya. Dalam pada itu muncul pula H.M.Rasyidi melalui karyanya berjudul Kritik Atas lslam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya karangan Harun Nasution. Melalui pendekatan normatif legalistik, H.M.Rasyidi melihat bahwa potret Islam yang ditampilkan Harun Nasution dinilai kurang menunjukkan Islam sebagai yang dikehendaki Alquran dan Hadis.
Belakangan muncul pula pandangan Islam versi Nurcholis Madjid dengan pandangan Islam dalam. versi Endang Saefuddin Anshari, dan masih banyak lagi.
Kenyataan tersebut memperlihatkan adanya dinamika internal dari kalangan umat Islam untuk menerjemahkan Islam dalam upaya merespon berbagai masalah umat yang mendesak. Titik tolak dan tujuan mereka sama, yaitu ingin menunjukkan kontribusi Islam sebagai salah satu alternatif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat. Selain itu, kenyataan tersebut menunjukkan bahwa Islam merupakan sebuah agama yang dapat dilihat dari sisi mana saja, dan setiap sisinya itu akan senantiasa memancarkan cahaya yang terang.
Pemikiran para ilmuwan Muslim dengan mempergunakan berbagai pendekatan tersebut di atas kiranya dapat digunakan sebagai bahan untuk mengenal karakteristik ajaran Islam, tidak mencoba memperdebatkannya antara satu dan lainnya, melainkan lebih mencari sisi-sisi persamaannya untuk kemaslahatan umat umumnya dan untuk keperluan studi Islam pada khu­susnya.
Dari berbagai sumber kepustakaan tentang Islam yang ditulis para tokoh di atas, dapat diketahui bahwa Islam memiliki karakteristik yang khas yang dapat dikenali melalui konsepsinya dalam berbagai bidang, seperti bidang agama, ibadah, muamalah (kemanusiaan) yang di dalamnya termasuk masalah pendidikan, ilmu pengetahuan; kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, kehidupan, lingkungan hidup, kesehatan, serta Islam sebagai sebuah disiplin ilmu. Konsepsi Islam dalam berbagai bidang yang menjadi karakteristiknya itu diantaranya adalah :

1.         Dalam Bidang Agama
Melalui karyanya berjudul Islam Doktrin dan Peradaban, Nurcho& Madjid banyak berbicara tentang karakteristik ajaran Islam dalam bidang, agama. Menurutnya, bahwa dalam bidang agama Islam mengakui adanya pluralisme. Pluralisme menurut Nurcholis adalah sebuah aturan Tuhan (Sunnah Allah) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak hanya dilawan atau diingkari. Dan Islam adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui hak agama lain, kecuali yang berdasarkan paganisme dan syirik, untuk hidup dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan. Kemudian pengakuan akan hak agama-agama lain dengan sendirinya merupakan dasar paham kemajemukan sosial budaya dan agama, sebagai ketetapan Tuhan yang tidak berubah-ubah.
Memang dan seharusnya tidak perlu mengherankan, bahwa Islam selaku agama besar terakhir, mengklaim sebagai agama yang memuncaki proses pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dalam garis tersebut. Tetapi harus diingat, bahwa justru penyelesaian terakhir yang diberikan Islam sebagai agama terakhir untuk persoalan keagamaan itu ialah ajaran pengakuan akan hak agama-agama itu untuk berada dan dilaksanakan. Karena itu agama tidak boleh dipaksakan (QS Al-Baqarah :2:256). Bahkan Alquran juga mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai agama, asalkan percaya kepada Tuhan dan hari kemudian serta berbuat baik semuanya akan selamat. (QS Al-Baqarah, 2:62; Al-Maidah, 5:26). Selanjutnya menjadi dasar toleransi agama yang menjadi ciri sejati Islam dalam sejarahnya yang otentik.
Kakteristik ajaran Islam dalam bidang agama tersebut di samping adanya pluralisme sebagai suatu kenyataan, juga mengakui adanya universalisme yakni mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan dan hari akhir, berbuat baik, dan mengajak pada keselamatan. Dalam hubungan ini H.M. Quraish Shihab menyatakan , bahwa dengan menggali ajaran-ajaran meninggalkan fanatisme buta, serta berpijak pada kenyataan, jalan dapat dirumuskan. Bukankah agama-agama monoteisme dengan Ketuhanan Yang Maha Esa pada hakikatnya menganut paham univer­salisme. Tuhan Yang Maha Esa itulah yang menciptakan seluruh manusia, dengan ini merupakan modal besar. Di samping itu, diyakini secara penuh setiap penganut agama bahwa Tuhan yang merupakan sumber ajaran tidak membutuhkan pengabdian manusia. Ketaatan dan kedurhakaan tidak menambah atau mengurangi kesempurnaan-Nya.
Dengan demikian, karakteristik agama Islam dalam visi keagamaannya bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan, dan saling menghargai karena dalm pluralitas agama tersebut terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.

2.         Bidang Aqidah
Ajaran Islam sebagaimana dikemukakan Maulana Muhammad Ali, dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu bagian teori atau yang lazim disebut rukun iman dan bagian praktik yang mencakup segala yang harus dikerjakan oleh orang Islam, yakni amalan-amalan yang harus dijadikan pedoman hidup. selanjutnya disebut ushul (pokok) dan bagian kedua disebut furu. Kata ushul adalah jamak dari ashl artinya pokok atau asas adapun kata furu artinya cabang. Bagian pertama disebut pula aqa'id artinya kepercayaan yang kokoh, adapun bagian kedua disebut ahkam. Menurut Imam Syahrastani baian pertama disebut ma'rifat dan bagian kedua disebut tha'ah, kepatuhan.
Selanjutnya dalam Kitab Mu’jam al-Falsafi, Jamil Shaliba mengartikan aqidah menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut sehingga bertema dan bersambung secara kokoh. Ikatan tersebut berbeda dengan terjemahan kata ribath yang artinya juga ikatan tetapi ikatan yang mudah dibuka, karena akan mengandung unsur yang membahayakan.'' Dalam bidang perundang-undangan, aqidah berarti menyepakati antara dua perkara atau lebih yang harus dipatuhi bersama. Dalam kaitan ini aqidah berkaitan dengan kata aqad yang digunakan untuk arti akad nikah, akad jual beli, akad kredit dan sebagai­nya. Dalam akad tersebut terdapat dua orang yang saling menyepakati sesuatu yang apabila tidak dipatuhi akan menimbulkan sesuatu yang membahayakan, Akad nikah misalnya, apabila dirusak akan berakibat merugikan kepada dua belah pihak secara lahir dan batin, apalagi bila kedua pasangan tersebut telah dikarunia putera-putera yang membutuhkan kasih sayang.
Karakteristik Islam yang dapat diketahui melalui bidang aqidah ini adalah bahwa aqidah Islam bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya. Yang diyakini dan diakui sebagai Tuhan yang wajib disembah hanya Allah. Keya­kinan tersebut sedikitpun tidak boleh diberikan kepada yang lain, karena akan berakibat musyrik yang berdampak pada motivasi kerja yang tidak sepenuhnya didasarkan atas panggilan Allah. Dalam prosesnya, keyakinan tersebut harus langsung, tidak boleh melalui perantara. Aqidah demikian itulah yang akan melahirkan bentuk pengabdian hanya pada Allah, yang selanjutnya berjiwa bebas, merdeka dan tidak tunduk pada manusia dan lainnya yang menggantikan posisi Tuhan.
Aqidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimah syahadat, yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa nabi Muhammad sebagai utusan-Nya perbuatan dengan amal saleh. Akidah demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan di mulut dan perbuatan melainkan secara keseluruh­an menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan dan perbuatan yang dikemukakan oleh orang yang beriman itu kecuali yang dengan kehendak Allah.
Aqidah dalam Islam selanjutnya harus berpengaruh ke dalam segala yang dilakukan manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai Dalam hubungan ini Yusuf Al-Qardawi mengatakan bahwa iman pengertian yang sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari­-hari.
Dengan demikian aqidah Islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal saleh.

3.          Dalam Bidang Ibadah
Karakteristik ajaran Islam selanjutnya dapat dikenal melalui konsepsinya dalam bidang ibadah. Secara harfiah ibadah berarti bukti manusia kepada Allah SWT, karena didorong dan dibangkitkan oleh aqidah Tauhid Majelis Tarjih Muhammadiyah dengan agak lengkap mendefinisikan ibadah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Ibadah ada yang umum dan ada yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah, sedangkan yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkat, dan cara­-caranya yang tertentu.
Ibadah yang dibahas dalam bagian ini adalah ibadah dalam arti yang nomor dua, yaitu ibadah khusus. Dalam yurisprudensi Islam telah ditetapkan bahwa dalam urusan ibadah tidak boleh ada "kreativitas", sebab yang meng­create atau yang membentuk suatu ibadah dalam Islam dinilai sebagai bid'ah yang dikutuk Nabi sebagai kesesatan." Bilangan salat lima waktu serta tata cara mengerjakannya, ketentuan ibadah haji dan tata cara mengerjakannya misalnya adalah termasuk masalah ibadah yang tata cara mengerjakannya telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Ketentuan ibadah demikian itu termasuk salah satu bidang ajaran Islam di mana akal manusia tidak perlu campur tangan, melainkan hak dan otoritas Tuhan sepenuhnya. Kedudukan manusia dalam hal ini mematuhi, mentaati, melaksanakan, dan menjalankannya dengan penuh ketundukan pada Tuhan, sebagai bukti pengabdian dan rasa terima kasih kepada-Nya. Hal demikian menurut Ahmad Amin, dilakukan sebagai arti dan pengisian dari makna Islam, yaitu berserah diri, patuh, dan tunduk guna mendapatkan kedamaian dan keselamatan. Dan itulah yang selanjutnya membawa manusia menjadi hamba yang saleh, sebagaimana dinyatakan Tuhan: Hamba Allah yang saleh ada­lah yang berlaku rendah hati (tidak sombong dan tidak angkuh), jika mereka diejek oleb orang bodoh mereka selalu berkata selamat dan damai. (Qs. 25:63). Ketenangan jiwa, rendah hati, menyandarkan diri kepada amal shaleh dan ibadah, dan tidak kepada nasab keturunan, semuanya itu adalah kedamaian dan keamanan sebagai pengamalan dari ibadah.
Dengan demikian, visi Islam tentang ibadah adalah merupakan sifat, jiwa, dan misi ajaran Islam itu sendiri yang sejalan dengan tugas penciptaan manusia, sebagai makhluk yang hanya diperintahkan agar beribadah kepada­-Nya.
Adapun ibadah dalam arti umum selanjutnya bersentuhan dengan muamalah sebagaimana akan dijelaskan berikut dalam tulisan ini. Masalah muamalah dengan ibadah dihubungkan dengan niat semata-mata ikhlas karena Allah Swt.




4.         Bidang Pendidikan
Sejalan dengan bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan tersebut di atas, Islam juga memiliki ajaran yang khas dalam bidang pendidikan. Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang, laki laki atau perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat. Dalam bidang pendidikan Islam memiliki rumusan yang jelas dalam bidang tujuan, kurikulum, guru, metode, sarana, dan lain sebagainya. Semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan ini dapat dipahami dari kandungan surat Al-Alaq sebagaimana disebutkan di atas. Di dalam Alquran dapat dijumpai berbagai metode pendidikan seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, penugasan, teladan, pembiasaan, karya wisata, cerita, hukuman, nasihat, dan sebagainya. Berbagai metode tersebut dapat digunakan sesuai dengan materi yang diajarkan, dan dimaksudkan demikian, agar pendidikan tidak membosankan anak didik.

5.      Bidang Ilmu Dan Kebudayaan
Karakteristik ajaran Islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif, tetapi juga selektif. Dari satu segi Islam terbuka dan akomodatif untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi bersamaan dengan itu Islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis ilmu dan kebudayaan, melainkan ilmu dan kebudayaan yang sejalan dengan Islam. Dalam bidang ilmu dan teknologi, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka atau tidak tertutup. Sekalipun kita yakin bahwa Islam itu bukan Timur dan bukan Barat," ini tidak berarti kita harus menutup diri dari keduanya. Bagaimanapun, Islam adalah sebuah paradigma terbuka dan merupakan mata rantai peradaban dunia. Dalam sejarah kita melihat Islam mewarisi peradaban Yunani-Romawi di Barat, dan peradaban-peradaban Persia, India, dan Cinta di Timur. Selama abad VII sampai abad XV, ketika peradaban besar di Barat dan Timur itu tenggelam dan mengalami keme­rosotan, Islam bertindak sebagai pewaris utamanya untuk kemudian diambil alih oleh peradaban Barat sekarang melalui Renaissans. Jadi dalam bidang ilmu dan kebudayaan Islam menjadi mata rantai yang penting dalam sejarah peradaban dunia. Dalam kurun waktu selama delapan abad itu, Islam bahkan mengembangkan warisan-warisan ilmu pengetahuan dan teknologi dari peradaban-peradaban tersebut.
Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan torsebut dapat pula dilihat dari 5 ayat pertama surat Al-Alaq yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Pada ayat tersebut terdapat kata iqra' yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut menurut A. Baiquni, selain luinarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi, mengukur, mendeskripsikan, menganalisis secara induktif. Semua cara tersebut dapat digunakan dalam proses mempelajari sesuatu. Hal itu merupakan salah satu cara yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan. Islam demikian kuat mendorong manusia agar memiliki ilmu pengetahuan dengan cara menggunakan akalnya untuk berrpikir, merenung, dan sebagainya. Demikian pentingnya ilmu ini hingga Islam memandang bahwa orang menuntut ilmu sama nilainya dengan jihad di jalan Allah. Islam menempuh cara demikian, karena dengan ilmu pengetahuan tersebut seseorang dapat meningkatkan kualitas dirinya untuk meraih terbagai kesempatan dan peluang. Hal demikian dilakukan Islam, karena sejarah mengatakan bahwa pada saat kedatangan Islam di tanah Arab, masalah ilmu pengetahuan adalah milik kaum elit tertentu yang tidak Ixoleh dibocorkan kepada masyarakat umum. Hal demikian sengaja dilaku­kan agar masyarakat tersebut bodoh yang selanjutnya mudah dijajah, Uiperbudak dan disimpangkan keyakinannya serta diadu domba. Keadaan tersebut tak ubahnya dengan kondisi yang dialami masyarakat Indonesia zaman penjajahan Belanda.

6.         Bidang Sosial
Selanjutnya karakteristik ajaran Islam dapat dilihat dari ajarannya di bidang sosial. Ajaran Islam di bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena seluruh bidang ajaran Islam sebagaimana telah disebutkan di atas pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Namun, khusus dalam bidang sosial ini Islam menjunjung tinggi tolong-menolong, saling menasihati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa, dan kebersamaan. Ukuran ketinggian derajat manusia dalam pandangan Islam bukan ditentukan oleh nenek moyangnya, kebangsaannya, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, dan lain sebagainya yang berbau rasialis. Kualitas dan ketinggian derajat seseorang ditentukan oleh ketakwaannya yang ditunjukkan oleh prestasi kerjanya yang bermanfaat bagi manusia. Atas dasar ukuran ini, maka dalam Islam semua orang memiliki kesempatan yang sama. . Mobilitas vertikal dalam arti yang sesungguhnya ada dalam Islam, sementara aiatem kelas yang menghambat mobilitas sosial tersebut tidak diakui keberadaannya. Seseorang yang berprestasi sungguhpun berasal dari kalangan bawah, tetap dihargai dan dapat meningkat kedudukannya serta mendapat hak-hak sesuai dengan prestasi yang dicapainya.
Menumt penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan muamalah. Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial dari aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Muamalah jauh lebih luas dari ibadah (dalam arti khusus). Hal demikian dapat kita lihat misalnya urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan sosial yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan
Dalam hadisnya, Rasulullah Saw. mengingatkan imam supaya memperpendek salatnya bila di tengah jamaah ada yang sakit, orang lemah, orang tua, atau orang yang mempunyai keperluan. Istri Rasulullah Saw, Siti Aisyah, mengisahkan: Rasulullah Saw. salat di rumah dan pintu terkunci. Lalu aku datang (dalam riwayat lain aku minta dibukakan pintu), maka Rasulullah Saw. berjalan membuka pintu, kemudian kembali ke tempat salatnya. Hadits ini diriwayatkan oleh lima orang perawi, kecuali Ibnu Majah.
Selanjutnya Islam menilai bahwa ibadah yang dilakukan secara bersama-sama dengan orang lain nilainya lebih tinggi dari pada salat yang dilakukan secara perorangan, dengan perbandingan 27 derajat.
Dalam pada itu Islam menilai bila urusan ibadah dilakukan tidak sem­purna batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifarat (tebusannya) adalah dengan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan sosial. Bila puasa tidak mampu dilakukan karena sakit yang sulit di harapkan sembuhnya, maka boleh diganti dengan fidyah (tebusan) memberi makanan bagi orang miskin. Sebaliknya, bila orang tidak baik dalam muamalah, urusan ibadahnya tidak dapat menutupnya. Yang merampas hak orang lain tidak dapat menghapus dosanya dengan shalat tahajjud . Orang yang berbuat zalim tidak akan hilang dosanya dengan membaca zikir seribu kali. Bahkan dari beberapa keterangan, kita mendapatkan kesan bahwa ibadah ritual tidak diterima Allah bila pelakunya melanggar norma-norma muamalah.

7.         Dalam Bidang Kehidupan Ekonomi
Karakteristik ajaran Islam selanjutnya dapat dipahami dari konsepsinya dalam bidang kehidupan. Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah hidup yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan akhir dicapai dengan dunia. Kita membaca hadis nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mubarak yang artinya: Bukanlah ter­masuk orang yang baik di antara kamu adalah orang yang meninggalkan dunia karena mengejar kehidupan akhirat, dan orang yang meninggalkan akhirat karena mengejar kehidupan dunia. Orang, yang baik adalah orang yang meraih keduanya secara seimbang, karena dunia adalah alat menuju akhirat, dan jangan dibalik yakni akhirat dikorbankan untuk urusan dunia.
Pandangan Islam mengenai kehidupan demikian itu, secara tidak langsung menolak kehidupan yang bercorak sekularistik, yaitu kehidupan yang me­misahkan antara urusan dunia dengan urusan agama. Agama harus terlibat dalam mengatur kehidupan dunia.
Dalam kaitan ini, perlu dimiliki pandangan kosmologis yang didasarkan pada pandangan teologi yang benar. Dalam teologi Islam, bahwa alam raya dengan segala isi nya sebagai ladang untuk mencari kehidupan adalah sesuatu yang suci dalam arti tidak haram dimanfaatkan. Alam raya ini sesuatu yang diciptakan Tuhan untuk dimanfaatkan manusia, dan bukan sekali-kali untuk dijadikan objek sebagaimana dijumpai pada masyarakat primitif, alam raya dengan segala keindahannya adalah ciptaan Tuhan. Kita tahu bahwa di alam raya ini dijumpai berbagai keajaiban dan kekaguman. Misalnya di taman atau di kebun kita menyaksikan aneka ragam tanaman dan buah-buahan, padahal ditanam di tempat yan,g sama, tetapi buah dari tanaman itu beraneka ragam. Ketika kita menyaksikan yang demikian itu, kita tidak menganggapnya sebagai Tuhan. Yang dianggap Tuhan adalah Allah yang menciptakan seluruh alam ini. Ketika kita menyaksikan keindahan dan kekaguman itu, kita dianjurkan mengucapkan subhanallah “Maha suci Allah” yang telah meneiptakan semua itu. Dengan cara demikian selain keimanan kita semakin bertambah mantap, juga akan merasakan manfaat atas segala ciptaan Tuhan itu. Dari keadaan demikian, maka ia akan memanfaatkan kehidupan dunia ini untuk beribadah kepada Allah SWT.

8.         Dalam Bidang Kesehatan
Ciri khas ajaran Islam selanjutnya dapat dilihat dalam konsepnya me­ngenai kesehatan. Ajaran Islam tentang kesehatan berpedoman pada prinsip pencgahan lebih diutamakan daripada penyembuhan. Dalam bahasa Arab, prinsip ini berbunyi, al-wiqayah khairminal-'ilaj. Berkenaan dengan konteks kesehatan ini ditemukan sekian banyak petunjuk kitab suci dan sunnah Nabi Saw. yang pada dasarnya mengarah pada upaya pencegahan.
Untuk menuju pada upaya pencegahan tersebut, Islam menekankan orang kehersihan lahir dan batin. Kebersihan lahir dapat mengambil bentuk kebersihan tempat tinggal, lingkungan sekitar, badan, pakaian, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini kita temukan ayat Al-qur’an yang berbunyi :
ان الله ئحب التوابئن وئحب المتطهرئن
artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan senang kepada orang-orang yang membersihkan diri. (QS AI-baqarah, 2:222).
Bertaubat sebagaimana dikemukakan pada ayat tersebut akan meng­hasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan kesehatan fisik. Selanjutnya kita baca lagi ayat Quran yang berbunyi “dan bersihkanlah pakaiannzu dan tinggalkanlah segala macam kekotoran”. (QS Al-Mudatsir, 74:4-5). Perintah tersebut berbarengan dengan perintah menyampaikan ajaran agama dan membesarkan nama Allah SWT.

9.        Dalam Bidang Politik
Ciri ajaran Islam selanjutnya dapat diketahui melalui konsepsinya dalam bidang politik. Dalam Alquran surat Al-Nisa ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Dalam hal ini Islam tidak mengajarkan ketaatan buta terhadap pemimpin. Islam menghendaki suatu ketaatan kritis, yaitu ketaatan yang didasarkan pada tolok ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pe­mimpin tersebut berpegang teguh pada tuntutan Allah dan rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bertentangan dengan ke­hendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau diberi saran agar kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan jika cara tersebut juga tidak dihiraukan oleh pimpinan tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi.
Masalah politik ini selanjutnya berhubungan dengan bentuk pemerin­tahan. Dalam sejarah kita mengenal berbagai bentuk pemerintahan seperti republik yang dipimpin presiden, kerajaan yang dipimpin raja, dan sebagai­nya. Islam tidak menetapkan bentuk pemerintahan tertentu. Oleh karenanya setiap bangsa boleh saja menentukan bentuk negaranya masing-masing sesuai seleranya. Namun, yang terpenting bentuk pemerintahan tersebut harus digunakan sebagai alat untuk menegakkan keadilan, kemakmuran, ke­sejahteraan, keamanan, kedamaian, dan ketenteraman masyarakat.

10.    Islam Sebagai Disiplin Ilmu
Selain sebagai ajaran yang berkenaan dengan berbagai bidang kehidupan dengan ciri-cirinya yang khas tersebut, Islam juga telah tampil sebagai sebuah disiplin ilmu, yaitu ilmu keislaman. Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Tahun 1985, bahwa yang termasuk disiplin ilmu keislaman adalah Al-quran/Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Ilmu Kalam, Filsafat, Tasawuf, Hukum Islam (Fiqih), Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta Pendidikan Islam.
Jauh sebelum itu, Harun Nasution mengatakan bahwa Islam berlainan dengan apa yang umum diketahui, bukan hanya mempunyai satu dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek. Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek mistisisme, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan, dan sebagainya nilah yang selanjutnya mem­bawa kepada timbulnya berbagai jurusan dan fakultas di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang tersebar di Indonesia, serta berbagai Perguruan Tinggi Islam swasta lainnya di tanah air.

C.    POKOK – POKOK AJARAN ISLAM
Agama  Islam sebagai agama terakhir sekaligus yang paling  mutakhir mempunyai kerangka tersendiri yang bagian-bagiannya saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan. Kerangka tersebut adalah merupakan Aqidah, Akhlak dan Syariah yang menjadi pokok-pokok ajaran dalam Islam. Ketiganya tidak dapat dipisahkan, namun dapat dibedakan. Tidak dapat dibedakan mengandung makna, untuk mencapai tujuan Islam ketiganya harus dilakukan secara menyeluruh karena merupakan pokok-pokok agama. Dapat dibedakan mengandung makna bahwa ketiga kerangka tersebut memiliki pengertian, ciri dan kekhasan masing-masing yang tidak dapat dibedakan. Ketiganya merupakan pokok-pokok ajaran agama Islam.

1.      Aqidah
Aqidah menurut etimologi  adalah ikatan, sangkutan. Sedangkan menurut terminologi, ibadah bermakna iman atau keyakinan. Karena itulah akidah selalu bertautan dengan Rukun Iman yang merupakan asas dari seluruh ajaran Islam. Kedudukannya amat sentral dan fundamental. Akidah Islam berawal dari keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha- Esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan, dan wujudnya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun Iman dan prima causa ( asal pertama, asal dari segala-galanya) dari seluruh keyakinan Islam. Maka dapat disimpulkan bahwa tauhid adalah inti dari ajaran Islam yang berkembang melalui akidah, syariah dan akhlak.
 Rukun iman itu tersiri dari 5 sendi yaitu :
a.       Keyakinan Kepada Allah
Percaya bahwa satu-satunya Tuhan yang harus disembah hanyalah Allah Swt, didalam Islam konsepsi tentang Kemaha-Esaan Allah disebut Tauhid. Perihal Kemaha-Esaan Allah terdapat di dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 163 dan didalam surat Al-Ikhlas(112) ayat 1

b.      Keyakinan kepada Malaikat
Malaikat adalah makhluk yang tercipta dari cahaya, ia bersifat gaib sehingga  tidak ditangkap oleh pancaindera manusia. Akan tetapi dengan izin Allah Swt, malaikat dapat menjelmakan dirinya sebagai manusia. Setiap muslim wajib percaya akan keberadaan malaikat sebagaimana perintah Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 177
c.       Keyakinan kepada Kitab-Kitab Suci
Setiap muslim wajib percaya pada kitab-kitab suci, karena di dalam kitab-kitab tersebut terkandung firman-firman Allah yang disampaikan melalui perantaraan Rasul-Nya. Kitab-kitab suci yang wajib diimani oleh setiap muslim antara lain: Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Namun perlu dipahami bahwasanya sumber dan pedoman utama umat Islam tetaplah Al- Qur’an karena Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab yang tetap terjaga kemurniannya hingga saat ini. Sedangkan kitab-kitab yang lain (Zabur, Taurat dan Injil), yang wajib diimani adalah versi yang dahulu, bukan versi saat ini, karena kitab-kitab tersebut kini telah banyak mengalami perubahan akibat ulah manusia untuk memenuhi kepentingannya.
d.      Keyakinan kepada para Nabi dan Rasul
Setiap muslim wajib percaya pada Nabi dan Rasul yang memiliki tugas untuk menyampaikan wahyu Allah Swt kepada umat manusia. Jumlah nabi dan Rasul yang wajib diimani dan tertulis di Al-Qur’an adalah 25, akan tetapi jumlah nabi dan Rasul lebih banyak daripada itu.
e.       Keyakinan kepada Kada dan Kadar
Kada adalah ketentuan mengenai sesuatu sedangkan kadar adalah ukuran menurut hukum tertentu. Dengan demikian yang dimaksud dengan kada dan kadar adalah ketentuan atau ketetapan Allah menurut ukutran atau norma tertentu. Umat Islam harus percaya dan memahami kada dan kadar. Ketika manusia telah dapat memahami Kada dan Kadar maka manusia akan dapat  hidup dengan ikhtiar dan tawakkal kepada Allah

2.      Syariah
Secara etimologis berasal dari kata syari  yang bermakna  jalan (ke sumber mata air) yang harus ditempuh oleh umat Islam.Sedangkan menurut peristilahan (terminologis) syariah adalah sistem norma (kaidah) Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.
Pengertian syariah menurut Imam Syafi’i adalah peraturan-peraturan lahir yang bersumber dari wahyu dan kesimpulan-kesimpulan yang berasal dari wahyu itu mengenai tingkah laku manusia. Bagian pertama ” peraturan-peraturan lahir yang bersumber dari wahyu” menunjuk pada syari’at sedangkan pada bagian yang kedua ”kesimpulan-kesimpulan (manusia) yang berasal dari wahyu itu” menunjuk pada fiqih.
Dilihat dari segi ilmu hukum, syari’at adalah hukum dasar yang diwahyukan oleh Allah dalam Al-Qur’an yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Karena norma-norma dasar yang terdapat dalam Al-Quran tersebut masih bersifat umum maka norma-norma  ini dirinci dan dijelaskan dalam hadist Nabi Muhammad dan kemudian dirumuskan dlam kaidah-kaidah yang lebih konkret melalui ilmu fiqih, sehingga muncullah hukum fiqih.
Syari’ah dan fiqih memiliki hubungan yang amat erat, karena syari’at merupakan landasan dari fiqih dan fiqih adalah pemahaman dari syari’at . Namun demikian keduanya tidaklah sama, pokok-pokok perbedaan antar keduanya adalah:
a.       Syari’at merupakan firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab hadist, sedangkan fiqih merupakan pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at.
b.      Syari’at bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada fiqih.Fiqih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada apa yang biasanya disebut perbuatan hukum.
c.       Syari’at adalah ketetapan Allah dan Rasul-Nya, karena itu berlaku abadi. Fiqih adalah karya manusia yang dapat berubah atau berubah dari masa ke masa.
d.      Syari’at hanya satu, sedangkan fiqih mungkin lebih dari satu seperti yang terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut mazahib atau mazhab-mazhab itu.
e.       Syari’at merupakan kesatuan dalam dalam Islam sedangkan fiqih menunjukkan keragaman

3.      Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak ”khuluqun”  yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Adapun definisi akhlak menurut istilah adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah dengan kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam maka akan muncul suatu Akhlak Al-Karimah yakni perbuatan dan tingkah laku yang baik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan As-Sunnah.
Nilai-nilai akhlak sesungguhnya banyak terkandung dalam Al-Qur’an, namun pada pembahasan kali ini hanya akan dibahas nilai akhlak yang terkandung didalam surat Al-Hujurat  ayat 11-13. Surat Al-Hujurat ini menekankan pada lima nilai pendidikan  akhlak sebagai seorang muslim, yakni :
a.       Menjunjung tinggi kehormatan kaum muslimin
Seorang mukmin memiliki hak atas  saudaranya sesama muslim. Oleh karena itu sesama muslim harus menjaga saudaranya dan saling tolong menolong dalam kebaikan
b.      Taubat
Seorang mukmin yang telah berbuat dosa mempunyai kewajiban untuk kembali kembali (taubat) ke jalan Allah sehingga ia tidak terus-menerus terjerumus dalam kemaksiatan yang membuatnya jauh dari rahmat Allah. Dengan kembali pada Allah diharapkan ia menjadi orang yang semakin dekat dengan sang Khaliq.
c.       Positif Thinking
Berburuk sangka merupakan hal yang tercela dan hukumnya haram. Islam mengajarkan pada umatnya untuk berpikir positif khususnya bagi orang yang berkepribadian mulia.
d.      Ta’aruf
Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa oleh karena itu untuk dapat membangun masyarakat yang harmonis maka satu-sama lain harus ta’aruf (saling mengenal) dan terus menjaga jalinan itu dengan silaturahmi.
e.       Egaliter (Persamaan derajat)
Islam dalam ajaran syariatnya mengukuhkan adanya penghormatan terhadap manusia, menjamin kebebasan dan hak asasi dan kedudukan yang sama di depan hukum. Tidak ada ajaran untuk melebihkan satu dari  yang lain kecuali dengan mengamalkan kebaikan dan meninggalkan dosa. Kedudukan manusia didalam Islam semuanya sama kecuali ketakwaannya.

BAB III
PENUTUP / KESIMPULAN

Islam adalah agama sepan­jang sejarah manusia. Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah SWT. pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia. Islam itulah agama bagi Adam as, Nabi Ibrahim, Nabi Ya'kub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa as. Hal demikian dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat di dalam Alquran yang menegaskan bahwa para nabi tersebut termasuk orang yang berserah diri kepada Allah.
Islam memiliki karakteristik yang khas yang dapat dikenal melalui konsepsinya dalam berbagai bidang, seperti bidang agama, ibadah, muamalah (kemanusiaan) yang di dalamnya termasuk masalah pendidikan, ilmu pengetahuan; kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, kehidupan, lingkungan hidup, kesehatan, serta Islam sebagai sebuah disiplin ilmu.
Pokok – pokok ajaran Islam terdiri dari Aqidah, Akhlak dan Syariah. Ketiganya tidak dapat dipisahkan, namun dapat dibedakan. Tidak dapat dibedakan mengandung makna, untuk mencapai tujuan Islam ketiganya harus dilakukan secara menyeluruh karena merupakan pokok-pokok agama. Dapat dibedakan mengandung makna bahwa ketiga kerangka tersebut memiliki pengertian, ciri dan kekhasan masing-masing yang tidak dapat dibedakan.


 DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Gema Risalah Press Bandung
M. Shihab Quraish, “Agama dan Pluralitas Bangsa, Jakarta : P3M, 1991
Nasution Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid 1, Jakarta : 1979, Jilid 1
Prof. Dr. H. Nata Abuddin, M.A. Dr. Jaih Mubarok Metodologi Studi Islam
Kusmardiyanto Totok, OPINI | 03 February 2010 | 23:57 http://stat.ks.kidsklik.com/statics/images3.5/icon01.jpg17347 http://stat.ks.kidsklik.com/statics/images3.5/icon02.jpg12 http://stat.ks.kidsklik.com/statics/images3.5/icon03.jpg2 dari 2 Kompasianer menilai Bermanfaat
Arifin,Ketua Dewan Mahasiswa www.unistangerang.ac.id, POKOK – POKOK AJARAN AGAMA ISLAM (Suatu tinjauan), Posted: September 8, 2008 by admin in rohani
Pakpahan, Efendi, MAKALAH PENGETAHUAN DAN SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM

Siregar, Lita Paromita, Makalah Tiga Serangkai Pokok-Pokok Agama Islam Aqidah Akhlak Dan Syariah, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2009-2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB III KONDISI UMUM

BAB III KONDISI UMUM KUA KECAMATAN WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A.     Kondisi Objektif KUA Kecamatan Warungasem KUA K ec. War...