BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai agama terakhir, Islam diketahui memiliki
karakteristik yang khas dibandingkan dengan agama-agama yang datang sebelumnya.
Melalui berbagai literatur yang berbicara tentang Islam dapat dijumpai uraian
mengenai pengertian agama Islam, dan juga sumber hukum islam dan ajarannya
serta cara untuk memahaminya. Dalam upaya memahami ajaran Islam, berbagai aspek
yang berkenaan dengan Islam itu perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat
menghasilkan pemahaman Islam yang komprehensif. Hal ini penting dilakukan,
karena kualitas pemahaman keislaman seseorang akan mempengaruhi pola pikir,
sikap, dan tindakan keislaman yang bersangkutan. Kita barangkali terikat terhadap
kualitas keislaman seseorang yang benar-benar komprehensif dan berkualitas.
Untuk itu uraian di bawah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman tentang
Islam kususnya tentang sumber ajaran Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AGAMA ISLAM
Ada dua sisi yang
dapat kita gunakan untuk memahami pengertian agama Islam, yaitu sisi bahasa dan
sisi istilah. Kedua sisi pengertian tentang ini dapat dijelaskan sebagai
berikut. Dari segi bahas, Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima
yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya
diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam
kedamaian. Kata Islam dari segi bahasa mengandung arti juga patuh, tunduk,
taat, dan berserah diri kepada Tuhan dalam upaya mencari keselamatan dan kebaliagiaan
hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Hal demikian dilakukan atas kesadaran
dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai
panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah
menyatakan patuh dan tunduk kepada Tuhan.
Adapun pengertian
Islam dari segi istilah akan kita dapati rumusan yang berbeda-beda dari
pendapat ahli. Harun Nasution misalnya mengatakan bahwa Islam menurut istilah
(Islam sebagai agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul. Islam pada
hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi
mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sementara itu Maulana Muhammad
Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya,
yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti
nyata, bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja
dikatakan sebagai agama seluruh nabi Allah, sebagaimana tersebut pada beberapa
ayat kitab suci Al-quran, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak
sadar tunduk sepenuhnya kepada undang-undang Allah, yang kita saksikan pada
alam semesta.
Dengan demikian, secara istilah Islam adalah
nama bagi suatu agama yang berasal dari Allah Swt. Nama Islam demikian itu
memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak
mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari golongan manusia atau dari
suatu negeri. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Tuhan sendiri.
B. SUMBER – SUMBER AJARAN ISLAM
Di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam
yang utama adalah Alquran dan Al-Sunnah; sedangkan penalaran atau akal pikiran
sebagai alat untuk memahami Alquran dan Al-Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan
agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah Swt. yang
penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
Dalam perkembangannya, Islam mengalami masa-masa dimana dihadapkan
pada situasi dan kondisi kemanusian yang yang berkembang juga. Saat yang
bersamaan banyak muncul fenomena permasalahan-permasalahan baru dimana banyak
sekali persolalan itu belum pernah terjadi pada masa terdahulu. Akibatnya perlu
adanya sandaran hukum yang jelas, atas dasar itulah lahir ijtihad sebagai upaya
para ulama’ ( mujtahid ) dalam mencurahkan segala kemampuannya untuk memutuskan
suatu ketentuan syar’i ( hukum Islam ) guna menjawab fenomena yang muncul itu .
1.
Al-Qur’an
Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar
pengertian Alquran baik dari segi bahasa maupun istilah. Asy-Syafi'i mengatakan
bahwa Alquran bukan berasal dari akar kata apa pun, dan bukan pula ditulis
dengan memakai hamzah. Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah
(firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. AI-Farra berpendapat
bahwa lafal Alquran berasal dari kata qarain jamak dari kata qaranih
yang berarti kaitan, karena dilihat dari segi makna dan kandungannya ayat-ayat
Alquran itu satu sama lain saling berkaitan. Al-Asy'ari dan para pengikutnya
mengatakan bahwa lafal Alquran diambil dari akar kata qarn yang berarti
menggabungkan sesuatu atas yang lain, karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran
satu dan lainnya saling bergabung dan berkaitan.
Adapun pengertian
Alquran dari segi istilah dapat dikemukakan berbagai pendapat berikut
ini.Pendapat para ulama pada umumnya yang menyatakan bahwa Alquran adalah
firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., dan dinilai ibadah bagi
yang membacanya. Pengertian demikian senada dengan yang diberikan Al-Zarqani.
Menurutnya Alquran adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. mulai
dari awal surat Al-Fatihah, sampai dengan akhir surat Al-Nas. Abdul Al-Wahhab
AI-Khallaf menyatakan bahwa, Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kepada
hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui Jibril dengan menggunakan lafal
bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi rasul, bahwa
ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk
kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah
kepada Allah dengan membacanya, ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat
Al-Fatihah dan diakhir dengan surat Al-Nas, disampaikan secara mutawatir dari
generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari
perubahan dan pergantian.
Dari beberapa
kutipan yang di kemukakan para ulama tersebut kita dapat meyimpulkan bahwa
Alquran adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah, turunnya secara
bertahap melalui malaikat Jibril, pembawanya Nabi Muhammad Saw., susunannya
dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat Al-Nas, bagi yang
membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi hujjah atau bukti
yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad Saw., keberadaannya hingga kini masih
tetap terpelihara dengan baik.
Dalam
perkembangan berikutnya, muncul studi tentang Alquran baik dari segi kandungan
ajarannya yang menghasilkan kitab-kitab tafsir yang disusun dengan menggunakan
berbagai pendekatan, maupun dari segi metode dan coraknya yang sangat
bervariasi sebagaimana yang kita jumpai saat ini. Sehubungan dengan itu
terdapat pula para ulama yang secara khusus mengkaji metode menafsirkan Alquran
yang pernah digunakan para ulama, mulai dari metode tahlili (analisis
ayat per ayat) sampai dengan metode maudu'i atau tematik.
Selain itu ada
pula yang meneliti Alquran dari segi latar belakang sejarah dan sosial mengenai
turunnya yang selanjutnya menimbulkan apa yang disebut Ilmu Asbab al-Nuzul.
Dalam pada itu ada pula yang mengkhususkan diri mengkaji petunjuk cara membaca
Al-quran yang selanjutnya menimbulkan ilmu qira'at termasuk pula Ilmu Tajwid.
Dan ada pula ulama yang mengkaji Al-quran dari segi sejarah penulisannya,
nama-namanya, dan masih banyak lagi. Semua itu dilakukan para ulama dengan
maksud agar ummat Islam dapat mengenal secara menyeluruh berbagai aspek yang
berkenaan dengan Alquran.
Al-Qur’an sebagai
kitab suci dijadikan sebagi pedoman hidup umat islam yang pertama,maka memiliki
banyak fungsinya, diantaranya adalah :
a. Sebagai way of life ( jalan kehidupan ) bagi seluruh umat manusia
untuk memecahkan berbagi persoalan
b. Sebagai sumber hukum tertinggi untuk memberikan keputusan terakhir mengenai
masalah yang dihadapi manusia
c. Sebagai petunjuk (Al- Huda) bagi kehidupan manusia disamping sunnah
Rasul yang merupakan yang kedua yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia.
d. Sebagai pembeda (Al-Furqan) antara yang hak dan yang batil.
2.
Al-Hadist
Menurut bahasa hadist berasal dari “Hadatsa
–yuhdistu- hadtsan- wa hadi-tsan” kata tersebut mempunyai arti yang
bermacam-macam, yaitu :
a.
Aljadid minal Asya : artinya sesuatu yang baru. Kata tersebut lawan dari kata al-qodim
artinya sesuatu yang telah lama, kuno, klasik. Pengunaan dalam arti demikian
kita temukan dalam ungkapan hadits albina dengan arti jadid al bina
artinya bangunan baru.
b.
Al-khobar : artinya maa ya kaddasa bihi wayaqol, artinya sesauatu yang
dibicarakan atau diberitakan dialihkan dari seseorang ke orang lain.
c.
Al-Qorib artinya pada waktu yang dekat, pada waktu yang singkat, pengertian
ini digunakan pada ungkapan qorib al-‘ahd bi a- islam yang artinya orang
yang baru masuk islam.
Sebagian ulama yang menyatakan adanya arti “baru” dalam kata hadits
kemudian mereka menggunakan kata tersebut sebagai lawan kata qodim
(lama) dengan maksud qodim sebagai kitab Alloh, sedangkan yang “baru”
yaitu apa yang didasarkan kepada belia nabi muhammad SAW. Syaikh islam ibnu hajar berkata : “Yang dimaksud dengan hadits
menurut pengertian syara’ adalah apa yang disandarkan kepada nabi SAW,
dan hal itu seakan-akan sebagai bandingan al qur’an adalah qodim
yang dimana terdapat di dalam syarah al bukhori.
Secara terminologi al Hadits menurut Muhadditsin (ahli
hadist), sinonim dengan sunnah. Keduanya diartikan sebagai segala sesuatu
yang diambil dari Rosululloh SAW
sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rosul akan tetapi bila disebut kata hadits,
umumnya dipakai sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan dari Rosul setelah
kenabian, baik serupa sabda, perbuatan maupun taqrir. Hadits dan sunnah merupakan dua hal yang identik.
Keduannya sehingga sering digunakan secara bergantian untuk menyebut hal ikhwal
tentang Nabi Sholallohu ‘alahi wa sallam. Akan tetapi kajian terhadap berbagai
literature awal menunjukkan sunnah dan hadits merupakan dua hal yang berbeda.
Hadits telah digunakan sebagai
dasar dalam pengambilan hukum atau juga sebagai dasar orang islam untuk
membuktikan kebenaran yang diridloi oleh Allah SWT. Dan digunakan secara luas dalam studi keislaman untuk
merujuk kepada suri tauladan atau teladan dan otoritas beliau Nabi Muhammad
SAW atau sebagai sumber
ajaran islam yang kedua setelah al-Qur’an.
Berdasarkan jumlah Perawinya hadist dibedakan atas :
a.
Hadist Mutawatir
Adalah suatu
hadist hasil tanggapan dari panca indera yang diriwayatkan oleh sejumlah besar
rowi yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat
dusta. Hadist ini diterima berdasarkan tanggapan panca indra, jumlah perowinya
harus mencapai ketentuan yang tidak mungkin mereka bersepakat bohong. Mengenahi
ketentuan jumlah perowi untuk memenuhi syarat tersebut para muhadditsin
berselisih pendapat. Adanya keseimbangan jumlah
rawi-rawi pada thobaqoh pertama dengan jumlah rawi-rawi pada thobaqoh
berikutnya. Hadits ini diriwayatkan oleh rowi yang banyak dan tidak mungkin
mereka mufarokat berbuat dusta pada hadits itu, mengingat banyaknya jumlah
mereka.
b.
Hadist Ahad
Adalah hadist
yang jumlah rawi pada thobaqoh pertama, kedua, ketiga dan seterusnya terdiri
dari tiga orang atau dua orang atau bahkan seorang. Haidts Ahad yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh satu atau dua perowi, hadits Ahad ini tidak memenuhi
hadits mutawatir ataupun masyhur. Hadits ini tidak sampai pada jumlah periwayatan
hadits mashur. Imam syafi’i menyebut hasits ini dengan istilah khusus, yaitu
khobar al khas yang dikelompokkan oleh ahli hadist
menjadi tiga bagian yaitu hadist Masyhur, Hadist ‘Aziz dan Hadist Ghorib.
c.
Hadits Masyhur yaitu hadits
yang memiliki jalur terbatas oleh lebih dua perowi namun tidak mencapai batas
mutawatir.
Berdasarkan Dasar Alasan Berhujjah, Hadist dibagi menjadi :
a.
Hadits Shohih yaitu hadits yang
dinukil (diriwayatkan) oleh rowi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya
bersambung-sambung, tidak ber’ilat dan tidak janggal.
Maksud dari adil yaitu selalu berbuat taat, menjahui dosa – dosa kecil, tidak
melakukan perkara yang menggugurkan iman.
b.
Hadits Hasan, yaitu hadits yang
dinukikan oleh orang adil (tapi) tidak begitu kokoh ingatannya,
bersambung-sambung sanadnya yang tidak terdapat ilat serta kejanggalan dalam
matannya.
d.
Hadits Qutsiy sinonim dengan
hadits Ilahiy yaitu setiap hadits yang mengandung sandaran Rosululloh saw.
kepada Alloh swt. Perbedaan antara hadits Qudsiy dan nabawi yaitu bahwa hadits
Nabawi yang terakhir dinisbatkan kepada Rosul saw. dan diriwayatkan dari beliau,
sedangkan hadits Qudsiy dinisbatkan kepada Alloh swt.
Dari segi
kaitan Fungsinya terhadap Al-Qur’an hadist dapat ditetapkan :
a.
Sebagai Mubayyin (penjelas)
terhadap apa yang secara umum telah diungkapkan dalam Al-Qur’an. Sebagaimana
hadist tentang cara melakukan sholat dan Manasik Hajji.
b.
Dalam berbagai hal yang
Al-Qur’an telah memberikan keterangan baik secara rinci maupun secara Ijma’,
hasit merupakan sumber Hukum yang berdiri sendiri. Hal ini terjadi pada kasus
Qodho. Artinya pasa saat Rosululloh menetapkan keputusan hukum umumnya
keputusan hukum itu ditetapkanberdasarkan Ijtihad Rosul. Dengan demikian maka
Ijtihad Rosul tersebut adalah Sunnah /Hadist Rosul yang berdiri sendiri.
c.
Hadist sebagai dasar hukum
melakukan Ijtihad, seperti yang maknya tersirat pada point nomor dua, yaitu
bahwa Ijtihad Rosul sebagai uswah hasanahnya Rosul dalam bidang Hukum.
Rosululloh bersabda kepada Muadz bin Jabal ketika dalamd dialognya tentang “Bimaa
Tahkum” salah satu jawaban Muadz “Ajtahidu Ro’yi”.
3.
Ijtihad
Ijtihad secara bahasa berarti mencurahkan segala kemampuan. Secara
terminologis, dalam ushul fiqh adalah mencurahkan segala kemampuan untuk
mencapai suatu atau berbagai urusan. Secara lebih luas ijtihad berarti usaha
sungguh-sungguh yang dilakukan seorang mujtahid untuk memutuskan suatu
ketentuan syar’i (hukum Islam) tentang kasus yang penyelesaiannya belum disebut
al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SWT. Sedangkan ijtihad dilihat dari tujuannya
adalah untuk mendapatkan hukum yang belum ada aturanya dalam nash maupun
undang-undang.
Secara garis besar ijtihad dibagi dalam dua bagian, yaitu:
a.
Ijtihad Fardi adalah :
Setiap ijtihad yang dilakukan oleh perseorangan atau beberapa orang
dalam suatu perkara, namun tidak ada indikasi bahwa semua mujtahid
menyetujuinya.
b.
Ijtihad Jami’
Adalah semua
ijtihad dalam berbagai macam persoalan dan ijtihad itu disetujui oleh semua
mujtahid.
Untuk menjadi mujtahid hendaknya memiliki persyaratan yang jelas
diantaranya adalah :
a.
Menguasai bahasa Arab
b.
Mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang mendalam
tentang kandungan Al-Qur’an, sehingga ia dapat mengetahui hukum-hukum syara’
yang terkandung di dalamnya.
c.
Mempunyai pengatahuan yang luas di bidang Sunnah, hal
ini akan memudahkan Mujtahid dalam mencari hadits terhadap segala peristiwa
yang dihadapinya.
d.
Memahami ushul fiqh
e.
Memahami nasikh-mansukh
f.
Memiliki pengathauan tentang qias (analogi)
Metode yang digunakan oleh mujtahid
dalam melakukan ijtihad untuk mencari hukum atau merumuskan dalil-dalil tentang
berbagi fenomena yang belum ada keterangan secara jelas dalam Al-Qur’an dan
Hadits diantaranya adalah :
a.
Ijma’
Adalah kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya
Rasulullah terhadap hukum syara’ yang praktis. Hal ini dikarenakan wilayah umat
Islam yang semakin meluas, maka ulama’ kontemporer enderung memahami
kesepakatan kebanyakan ulama’ bukan seluruh umat.
b.
Qiyas
Adalah menyamakan suatu kasus yang hukumnya telah ada
dalam al-qur’an,disebabkan persamaan alas an hukumnya.
c.
Istihsan
Yaitu seseorang berpaling untuk tidak menetapkan suatu
masalah dengan ketentuan hukum yang ada kepada hukum lain yang bertentangan
dengan hokum itu, karena ada sesuatu yang menghendaki demikian.
d.
Al-Maslahah al-Mursalah
Yaitu menetapkan suatu masalah hukum yang kasusnya tidak
disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an maupun Hadits, penetapan itu
didasarkan pada maslahah ( kebaikan ).
e.
Sadd az-Zari’ah
Upaya mujtahid untuk menetapkan larangan terhadap suatu
kasus hukum yang pada dasarnya mubah. Larangan itu dimaksudkan untuk
menghindari tindakan lain yang dilarang.
BAB III
PENUTUP / KESIMPULAN
Dalam upaya
memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan dengan Islam itu perlu
dikaji secara seksama, termasuk didalamnya sumber – sumber hukum Islam sehingga
dapat menghasilkan pemahaman Islam yang komprehensif.
Sumber ajaran Islam yang utama adalah Alquran dan As-Sunnah
(Hadits), sementara untuk menyikapi fenomena dan permasalahan yang ada dimana
dasar hukumnya tidak diketemukan pada ke duanya, maka diperlukan Ijtihad baik
dengan Ijma’,Qiyas, Istihsan, Al-Maslahah al-Mursalah maupun Sadd az-Zari’ah.
Kesemuanya itu menjadi landasan dan pijakan dalam menentukan sumber hukum pada
semua permasalahan di masyarakat Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Sunarso,Ali dan Sofyan,Mochlasi, Islam Doktrin dan Konteks Studi Islam
Komprehensif , Pilar Media
Rosid, M. Abdul, Makalah, Sumber
Pokok Dalam Islam Al Qur’an, Hadist Dan Ijtihad,
Pakpahan, Efendi,
Makalah
Pengetahuan Dan Sumber Ajaran Agama Islam,
Prof. Dr. H. Nata, Abuddin, M.A. Metodologi
Studi Islam
M.
Shihab Quraish, “Agama dan Pluralitas Bangsa, Jakarta : P3M, 1991
Tidak ada komentar:
Posting Komentar